Selasa 30 Jun 2015 06:01 WIB

Enam Bulan Menunggu Bulan Suci

Ilustrasi Ramadhan
Foto: Epa/Omer Saleem
Ilustrasi Ramadhan

Oleh: Ali Farkhan Tsani

 

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mu’alla bin al Fadhl menyebutkan bahwa orang-orang saleh zaman dahulu menunggu selama enam bulan menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Mereka menunggunya seraya berharap kepada Tuhannya agar mereka dapat berjumpa dengan Ramadhan. Sebab, mereka sangat meyakini, kehadiran bulan yang penuh berkah dan ampunan itu bakal menyempurnakan segala amal kebaikan sepanjang tahun. Hal itu untuk menambal yang bolong-bolong, menambah yang belum ada, serta membuang yang tidak perlu.

Menambal yang berlubang, misalnya yang biasanya di luar Ramadhan jarang melakukan ibadah-ibadah sunah, maka pada bulan Ramadhan ini ada semacam dorongan luar biasa yang menuntunnya mudah melaksanakannya.

Menambah yang belum ada, umpamanya jika di luar Ramadhan jarang atau malah tidak pernah menghampiri Allah pada malam-malam hari untuk melaksanakan shalat Tahajud, pada bulan mulia nan agung Ramadhan ini kita pun ramai-ramai melaksanakan shalat malam Tarawih berjamaah di masjid-masjid.

Membuang yang tidak perlu, jika pada sebelas bulan sebelumnya berbuat dosa, maksiat, dan khilaf begitu mudah, pada bulan Ramadhan di mana setan-setan dibelenggu menjadi kesempatan baik untuk membuang jauhjauh perbuatan buruk tersebut.

Maka, layaklah kalau kita sambut kehadiran induknya bulan tersebut dengan ucapan, “Marha ban Yaa Ramadhan”. Rasulullah SAW menyebut di dalam sabdanya, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka, selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka, alangkah mulianya tamu yang datang itu.“ (HR ath-Thabrani).

Marhaban di sini terambil dari kata ‘’rahb’’ yang berarti “luas” atau “lapang” sehingga marhaban menggambarkan bah wa sang tamu disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata ‘’rahbat’’ yang, antara lain, berarti “ruangan luas un tuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”

Marhaban ya Ramadhan berarti “selamat datang Ramadhan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan, tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya mengganggu ketenangan atau suasana nyaman kita.

Maka, sangat wajar kalau baginda Nabi SAW menyebutkan di dalam sabdanya, “Sekiranya manusia mengetahui kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalam Ramadhan ini, tentulah mereka mengharapkan supaya Ramadhan itu berlangsung sepanjang tahun.’’

Begitulah, maka wajar jika orang-orang terbaik pada masa keemasan Islam itu sampai enam bulan menunggu dan berharap dapat berjumpa dengan tamu Ramadhan. Wallahu a’lam bishawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement