REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya aliran pemahaman keagamaan yang ada di Indonesia tidak begitu saja diselesaikan dengan perspektif toleransi.
"Dalam menyikapi perbedaan, kita tidak boleh hanya menggunakan jurus terakhir bernama toleransi. Jika perbedaan itu jelas-jelas mengarah kepada kekeliruan, maka harus diingatkan," ujar Ketua Departemen Pembangunan Karakter Bangsa Korps Alumni HMI (KAHMI) Pusat Dr. Mohammad Nasih, Rabu (24/6).
Ia menjelaskan, penerapan toleransi pada perbedaan bukan untuk mereka yang keliru menjalankan ajaran agama. Menurutnya, toleransi adalah jurus terakhir jika perbedaan mengarah pada pertikaian.
Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengatakan, jika sudah tidak bisa diingatkan, barulah diterapkan toleransi.
"Namun, kita tidak boleh menoleransi segala bentuk tindakan yang melecehkan agama. Dan dalam konteks ini, negara harus ambil bagian," ungkap Nasih.