Ahad 21 Jun 2015 21:22 WIB

Pemerintah Diminta Awasi Praktik Nikah Beda Agama

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Ilham
 Anggota DPR Ali Taher Parasong,(tiga dari kiri), Abdul Muti, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Hajriyanto Y Thohari, Izzul Muslimin, dan Ketua Panitia Milad Edi Agus Yanto (Kanan)
Foto: istimewa
Anggota DPR Ali Taher Parasong,(tiga dari kiri), Abdul Muti, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Hajriyanto Y Thohari, Izzul Muslimin, dan Ketua Panitia Milad Edi Agus Yanto (Kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti meminta pemerintah untuk menangani praktik beda agama yang masih terjadi. Menurut Mu'ti, ini merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi pernikahan beda agama pasal 2 ayat 1 undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

"Aparatur pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri harus berusaha lebih tegas menangani praktik-praktik nikah beda agama," kata Mu'ti ketika dihubungi Republika, Ahad (21/6).

Mu'ti mengatakan, UU Perkawinan dan kompilasi hukum Islam sudah sejalan terkait pernikahan beda agama. Ia menjelaskan, UU Perkawinan menyatakan bahwa pernikahan dinyatakan sah apabila dilaksanakan sesuai dengan agama kedua mempelai. Sementara menurut hukum Islam, kata Mu'ti, pernikahan beda agama haram.

Mu'ti lantas mendorong implementasi undang-undang itu di lapangan. Menurutnya, saat ini kerap terjadi praktik menyiasati UU Perkawinan. Modus yang pertama, kata Mu'ti, dengan menyiasati Pasal 56 UU Perkawinan. Dalam pasal tersebut disebutkan perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia sah jika dilakukan berdasarkan hukum negara tersebut.

"Sekarang banyak terjadi pasangan nikah di luar negeri lalu bukti pernikahan itu dibawa ke Indonesia," kata Mu'ti.

Modus kedua, kata Mu'ti, salah satu dari kedua mempelai memutuskan pindah agama demi menyiasati UU Perkawinan. Setelah itu, jelasnya, orang itu kembali ke agamanya.

Mu'ti meminta pemerintah untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat. Ini karena masyarakat justru cenderung berupaya memanfaatkan celah hukum. Padahal, kata Mu'ti, nikah beda agama kerap menimbulkan masalah. "Ini sering menimbulkan permasalahan terutama terkait kehidupan anak dan rumah tangga," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement