REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirut Eksekutif BWI Ahmad Djunaedi menilai pemerintah harus mengapresiasi wakaf masyarakat di tengah keterbatasan lahan saat ini. Apalagi pemerintah hanya menganggarkan dua juta rupiah per titik lokasi sertifikat dengan jumlah 2.500 per tahun.
Menurut Djunaedi, dengan besaran anggaran tersebut maka diperkirakan penyelesaian sertifikat wakaf membutuhkan waktu 229 tahun. Ratusan tahun itu tidak akan terjadi jika dalam nota kesepahaman (MoU) tersebut telah dialokasikan anggaran dari menteri keuangan bagi sertifikasi wakaf. Jika tidak, akan semakin mempersulit penyelesaian sertifikasi wakaf. Sebab, sampai anggaran bagi sertifikasi wakaf belum teranggarkan dengan baik.
Dia mengaku kerap kali menghadiri rapat yang diadakan oleh pemerintah guna membahas setifikasi wakaf. Namun, pembahasan seolah tidak berujung penyelesaian. BWI berharap agar wakil presiden Jusuf Kalla bisa terus mendorong kementerian agama, kementerian keuangan, dan kementerian pertanahan, untuk lebih serius menangani wakaf di Indonesia. Sebab, saat ini data-data wakaf sangat prihatinkan.
Sebab, kata dia, dalam PP 42 Tahun 2006 Pasal 39 Ayat 1 (e) mengatakan, tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid mushala, maka didaftar menjadi tanah wakaf atas nama zawir. Hal itu didukung juga oleh Fatwa MUI, yang menyebut hal senada, bahwa bangunan masjid dan mushola berdiri diatas tanah negara harus disertifikatkan wakaf.
"Tahun 2000 itu pemeritah bisa menyelesaikan 67 persen sebayak 435 ribu sertifikasi wakaf," katanya.