REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Janji kampanye akan menjadi bahasan mendalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada pertemuan Ijtima Ulama ke-5 di Tegal, Jawa Tengah, Akhir Pekan ini. Melalui bahasan itu nantinya melahirkan fatwa terkait masalah tersebut.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'aruf Amin mengatakan, seorang pemimpin apakah itu presiden atau kepala daerah wajib untuk menaati janji-janji kampanye yang mereka umbar di masa-masa kampanye.
"Kalau menurut saya, wajib bagi pemimpin menaati janji kampanye nya. Selagi itu tidak melanggar syariat agama," kata Ma'aruf pada diskusi Pra Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI dengan tema 'Janji Pemimpin dalam Perspektif Fikih dan Konstitusi' di Kantor MUI, Menteng Jakarta Pusat, Kamis (4/6).
Akan tetapi, Ma'aruf memahami ada dua perspektif dalam menyikapi persoalan janji-janji kampanye apakah ditaati atau tidak oleh seorang pemimpin. Dalam perspektif Islam selama ini kata dia pemimpin boleh tidak menepati janji asalkan punya alasan yang sesuai dengan kemaslahatan umat.
Sementara pendapat yang dianut Umar bin Abdul Aziz, kata Ma'aruf, wajib hukumnya bagi seorang pemimpin untuk menepati semua janji kampanyenya. "Kalau saya pribadi sepakat dengan yang wajib ini," ujar Ma'aruf.
Ia berharap pada Ijtima ini MUI dapat mengeluarkan fatwa yang mewajibkan agar pemimpin menaati janji-janji ini. Meskipun fatwa tidak dapat menjerat seorang pemimpin yang ingkar janji secara hukum, setidaknya kata dia publik dapat menilai mana pemimpin yang amanah dan mana yang tidak.
MUI, kata dia, tentu berharap pada setiap ajang pemilihan baik itu Pilpres, Pileg atau pun Pilkada tidak ada lagi calon-calon yang hanya memberikan harapan-harapan palsu kepada rakyat.