Kamis 04 Jun 2015 07:10 WIB

PBNU Dorong Pembentukan Mahkamah Pancasila

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Indah Wulandari
Said Aqil Siradj
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Said Aqil Siradj

REPUBLIKA.CO.ID,PURWAKARTA -- Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mendorong supaya pemerintah segera membentuk Mahkamah Pancasila.

Apalagi, pembentukan Mahkamah Pancasila ini, sudah ada yang mengusulkan, yakni dari Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

"Usulan Bupati Dedi ini bagus, makanya kita dukung supaya Mahkamah Pancasila segera terbentuk," ujar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, di sela-sela kunjungannya ke Pemkab Purwakarta, Jabar, Rabu (3/6).

Mahkamah Pancasila sangat diperlukan. Akan tetapi, untuk merealisasikannya perlu pematangan yang lebih lanjut. Supaya, mahkamah itu tidak sia-sia.

Menurutnya, Pancasila sudah jadi keputusan final tentang bentuk dan dasar negara Indonesia. Kemudian, Mahakamah Pancasila harus jadi tameng penjaga Pancasila agar tidak diganggu dari kepentingan manapun.

Termasuk, dari setiap upaya kelompok masyarakat yang menginginkan Indonesia berdasar pada syariat Islam. Setiap upaya yang akan mengganggu Pancasila, tentunya harus dibubarkan. Karena, NKRI, Pancasila dan UUD 1945 itu sudah harga mati.

Meski begitu, ia mengakui masih ada sekelompok masyarakat yang terus mengupayakan terbentuknya negara Islam Indonesia. Meskipun warga Indonesia mayoritas muslim, tapi untuk membentuk negara Islam dinilai tidak relevan.

"Upaya pembentukan negara Islam itu, bisa dihilangkan jika masyarakat kita bisa memahami dengan baik konteks  Ahlusunnah wal Jamaah," jelas Said.

Sebelumnya, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengusulkan dibentuknya Mahkamah Pancasila. Mahkamah ini, untuk memastikan Indonesia tetap berjalan dalam koridor Pancasila sebagai dasar berdirinya Indonesia.

Dedi mengatakan, UUD 1945 sebagai pilar negara diterjemahkan dengan hadirnya Mahkamah Konstitusi yang berwenang mengawal konstitusi atau dikenal the guardian of constitution. Kemudian, hadir pula hakim pengadilan Hubungan Industrial.

"Pancasila ini dilupakan, tidak ada landasan operasional, hanya jadi simbol, tidak punya power," jelas Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement