Selasa 19 May 2015 11:09 WIB
Muslim Rohingya

Lindungi Rohingya, Indonesia Perlu UU Atur Pencari Suaka

SEAHUM Chapter Indonesia, terdiri dari Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Aksi Cepat Tanggap, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, SNH Advocacy Center, dan PAHAM Indonesia.
Foto: SEAHUM/Sukismo
SEAHUM Chapter Indonesia, terdiri dari Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Aksi Cepat Tanggap, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, SNH Advocacy Center, dan PAHAM Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kabar duka mengenai ratusan Rohingya yang kembali terdampar di Aceh dan Medan dalam rentan waktu yang hampir bersamaan memunculkan keperihatinan sejumlah Lembaga Kemanusiaan yang tergabung dalam South East Asia Humanitarian Committe (“SEAHUM”) Chapter Indonesia. Keprihatinan muncul tidak hanya terkait isu yang saat ini sedang ramai diberitakan di media-media, dimana Indonesia dikabarkan menolak dan mengusir balik perahu-perahu Rohingya keluar dari perairan Indonesia, namun juga terkait isu penanganan Rohingya sebagai pencari suaka yang terdampar di Indonesia.

SEAHUM Chapter Indonesia, yang terdiri dari Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, Aksi Cepat Tanggap, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, SNH Advocacy Center, dan PAHAM Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia belum memiliki undang-undang yang secara sui generis mengatur mengenai penanganan pencari suaka di Indonesia. Akibatnya  penanganannya masih bergantung pada ketentuan yang diatur di dalam UU No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

"Imbasnya di lapangan, penanganan Rohingya di Indonesia sifatnya parsial, tergantung dari kebijakan pemerintah daerah dimana Rohingya tersebut ditampung,"  ujar Presiden SEAHUM, Agung Notowiguno, Selasa (19/5).

Menurut dia, perlakuan dari Pemerintah Daerah terhadap Rohingya sangat baik. Mereka diperlakukan seperti layaknya manusia, diberi tempat penampungan, dan disediakan dapur umum untuk kebutuhan logistik. Pemda juga menyediakan fasilitas kesehatan untuk Rohingya sehingga membuktikan  masyarakat Indonesia peduli akan nasib Rohingya.

Kondisi ini merupakan sebuah anomali, dimana rezim undang-undang keimigrasian kita memperlakukan Rohingya sama seperti imigran gelap, sementara pemimpin daerah dan masyarakatnya memperlakukan Rohingya seperti saudara. “Sudah sepantasnya pemerintah daerah yang peduli nasib Rohingya diberikan apreasiasi yang tinggi," tegasnya.

Pemerintah Daerah sebut Agung  mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam memberikan bantuannya kepada Rohingya. Untuk itu, sangat diperlukan sinergitas antara semua komponen masyarakat Indonesia untuk turut serta membantu Rohingya atas nama kemanusiaan. Ia berharap seluruh masyarakat Indonesia terketuk hatinya untuk membantu Rohingya.

Isu Rohingya ini akan menjadi materi utama pembahasan dalam perhelatan SEAHUM 2nd Annual General Meeting di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21- 22 Mei 2015. “Semoga acara yang akan dihadiri oleh lembaga kemanusiaan dari negara-negara se- Asia Tenggara ini dapat menelurkan solusi-solusi nyata untuk Rohingya”, pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement