REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi kemasyarakatan Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah memiliki semangat yang sama untuk penyatuan kalender hijriah. Dirjen Bimibingan Masyarakat Islam Kemenag, Machasin mengatakan, dari hasil muzakarrah yang dilakukan kementerian agama dengan PBNU dan Muhammadiyah menunjukan bahwa kedua ormas sepakat untuk penyatuan kalender hijriah. Sehingga perlu dicari cara untuk menyatukan kriteria dari masing-masing ormas.
"Pada prinsipnya semua (PBNU dan Muhammadiyah) setuju dicari cara-cara untuk menyatukan. Mungkin yang bedanya kan NU kemungkinan hilal untuk di rukiyat. Kalau muhamamdiyah kan tekanannya pada wujud hilal. Ya itu bedanya," ujar Machasin kepada ROL, Senin (18/5).
Ia menjelaskan, walaupun memiliki kriteria yang berbeda. Namun, masing-masing pihak menyetujui untuk diadakan pembicaraan dan diskusi lanjutan agar terjadi kesamaan hasil. Sehingga nantinya akan hasil dan kriteria yang dapat diterima kedua belah pihak. Ia mengatakan, pertemuan lanjutan akan diadakan dalam waktu dekat, namun ia tidak bisa memastikan kapan waktunya.
Menyikapi perbedaan kriteria tersebut, kementerian agama mencoba memberi solusi agar wujud hilal yang dilakukan Muhammadiyah dapat diterapkan ke seluruh indonesia. Jadi tidak hanya dilakukan di satu wilayah atau sebagian wilayah Indonesia saja.
Ia mengatakan, Muhammadiyah melihat hilal hanya ditengah-tengah wilayah Indonesia saja. Jika Muhammadiyah melakukannya di Yogyakarta maka hal serupa juga harus dilakukan di Ternate dan wilayah lainnya. Namun, ia mengaku bahwa pembahasan mengenai hal ini masih cukup alot.
Menurutnya, jika hilal dilakukan di seluruh Indonesia maka sudah wujud sehingga kriteria PBNU yang mengatakan bulan harus bisa dilihat bisa tercapai. Ini artinya, kriteria dari masing-masing ormas terpenuhi.
Ia masih belum mengetahui apakah penyatuan kalender hijriah dapat dilakukan tahun ini atau tidak. Namun ia mengatakan hingga tahun 2025 akan ada persamaan untuk satu syawal dan satu ramadhan.