Sabtu 16 May 2015 12:53 WIB

PM Malaysia: Tangkal Islamofobia dengan Wasatiyyah

Rep: c08/ Red: Indah Wulandari
  Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak. (AP/Mark Baker)
Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak. (AP/Mark Baker)

REPUBLIKA.CO.ID, PUTRA JAYA -- Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak mengemukakan  cara menangkal maraknya Islamofobia di kalangan non-Muslim di Eropa dan Amerika adalah dengan menanamkan sikap moderat atau wasatiyyah.

Cara ini dinilai Razak paling cocok untuk menyikapi aksi Islamofobia seperti pelecehan Nabi Muhammad SAW oleh majalah satir Charlie Hebdo dan penyelenggaraan kontes karikatur Nabi oleh American Freedom Defense Initiative di Amerika Serikat.

Sebab, menurut Razak umat Islam harus melihat dengan carta pandang terbuka dan tetap berpegang kepada ajaran Islam yang tidak membalas dengan aksi kekerasan.

"Namun, kebebasan berekspresi tidak boleh keliru sebagai kebebasan untuk menyinggung, menghasut kekerasan dan kebencian. Kita jangan gegabah jangan sampai bertindak dengan cara kekerasan dalam menyikapi ini,” kata Razak seperti dikutip dari The Star, Sabtu (16/5).

Akan tetapi, Razak menuturkan bahwa dirinya sangat tidak sepakat dengan penyebaran paham liberalisme yang digencarkan sekelompok orang untuk menggerus nilai-nilai Islam.

Menurut dia, liberalisme hingga saat ini menjadi akar yang menyebabkan munculnya aksi-aksi yang tidak toleran yang justru menyingggung perasaan umat Islam.

Ia mengkahwatirkan paham liberal justru akan semakin membuat hal-hal yang ditentang Islam akan semakin lumrah terjadi di masyarakat. Sebab, paham liberal tidak hanya diikuti oleh kalangan non muslim, tetapi juga mempengaruhi pola pikir sebagian umat Islam.

“Liberalisme adalah ancaman bagi umat Islam. Liberal tidak mengambil prinsip yang dilandasi agama. Lihatlah kita sekarang memiliki kaum liberal Muslim dan juga LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual) di antara kita,” ujar Razak.

Untuk itulah, pihaknya kata Razak sepakat untuk menanamkan paham wasattiyah atau moderat karena ia menilai, sah-sah saja berpikiran terbuka asalkan tetap tidak menyimpang dari apa yang diajarkan oleh agama.

"Pemerintah memutuskan untuk mengadopsi pendekatan wasatiyyah, karena itu paling cocok dalam situasi saat ini," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement