REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak-anak kadang melontarkan pertanyaan kritis yang susah dijawab. Mulai dari pertanyaan besar tentang hakikat Allah SWT, sampai hal-hal sederhana yang tak terpikirkan orang dewasa. Apalagi, arus informasi dari media elektronik dan televisi sekarang begitu cepat.
Misalnya pertanyaan: Allah SWT itu seperti apa? Kenapa Allah tidak kelihatan? Kenapa setan suka mengganggu manusia? Kenapa ibu tidak shalat? Diperkosa, disodomi itu apa? Dan seterusnya.
Sebagian orang tua memilih marah atau menyuruh anaknya berhenti menanyakan hal-hal semacam itu. Padahal, sikap itu tidak tepat. Anak tetap akan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.
Bisa jadi, sikap orang tua yang semacam itu akan membuat anak mencari jawaban ke sumber yang salah atau tidak percaya lagi pada orang tua.
Ustazah Herlini Amran menjelaskan, menjawab pertanyaan kritis dari anak membutuhkan wawasan keilmuan yang baik. Orang tua perlu banyak membaca, bertanya langsung pada psikolog, atau aktif mengikuti kajian keislaman yang berkaitan dengan tarbiyatul aulad (pendidikan anak).
Jika tidak tepat dalam menjawab pertanyaan anak, akan berdampak pada pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang membingungkan orang tua dan anak.
Benarlah sabda Rasulullah SAW, ''Berbicaralah kepada manusia sesuai kemampuan intelektualnya; berbicaralah dengan bahasa mereka; atau posisikan manusia sesuai dengan posisi masing-masing.''
Kunci menjawab pertanyaan kritis anak-anak adalah sikap positif dan terbuka. Beri penjelasan dengan bahasa yang sederhana, tidak perlu panjang lebar yang malah membingungkan anak.
Ustazah Herlini menambahkan, salah satu cara yang dapat digunakan adalah hiwar (dialog) yang dilakukan dengan santai, tidak tegang atau marah.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar hakikat Allah SWT, orang tua harus memahami jika kemampuan intelektual anak-anak baru sampai pada tahap benda-benda konkrit.
Maka, jelaskan hakikat Allah melalui ciptaan-ciptaannya yang konkrit, seperti tumbuhan, binatang, bunga, dan manusia. Berikan contoh yang mudah dipahami.
Sementara itu, menurut Ustazah Herlini, ketika anak bertanya tentang menstruasi, pertama-tama jelaskan padanya tentang arti baligh. Ketika baligh, perempuan akan mendapat haid, yaitu keluarnya darah dari kemaluan. Perempuan yang sedang haid tidak boleh shalat dan puasa.
Sampaikan dengan bahasa yang baik, orang tua tidak perlu berat hati menggunakan bahasa yang jelas, seperti kemaluan atau sperma agar anak tidak tabu lagi mendengar kata-kata itu. Ke depannya, kita bisa menerangkan hal itu jauh lebih baik saat anak sudah memasuki usia baligh.
Jika orang tua belum mengetahui jawabannya, bersikaplah jujur dan jangan memberi keterangan yang salah. Orang tua bisa mengajak anak untuk bersama-sama mencari jawabannya, lewat buku, media, atau bertanya kepada ahlinya.