REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Toleransi harus tetap diutamakan umat dalam menyikapi perbedaan pandangan dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal. Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin mengaku seluruh pihak ingin menyatukan perbedaan itu.
Namun, hingga saat ini belum ditemukan titik temu untuk menyamakan pandangan. "Kita menyikapinya tetap harus bertoleransi. Saat ini sudah suatu kemajuan karena masyarakat sudah bisa legowo. Kalau bisa disatukan lebih baik lagi," ujarnya kepada wartawan di Kantor MUI, Jakarta pada Selasa (5/5).
Ma'ruf mengakui seluruh pihak sedang mencari titik temu penyelesaian namun sampai hari ini belum kunjung ditemukan. Menurut Ma'ruf, organisasi selain Muhammadiyah sudah mulai menemukan titik persamaan.
Ma'ruf menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Agama akan melakukan sidang itsbat untuk menentukan awal Ramadhan dan Syawal dengan mempertimbangkan posisi hilal.
Ma'ruf mengatakan, dalam sidang itsbat pemerintah menggunakan metode imkanu rukyat yang mensyaratkan posisi hilal minimal 2 derajat. Sedangkan Muhammadiyah, kata Ma'ruf, menggunakan metode wujudul hilal. Artinya, meski hilal hanya berada di atas setengah derajat maka Muhammadiyah berpendapat posisi itu sudah menunjukkan bulan baru.