REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik yang dihadapi umat Muslim di Timur Tengah sedikit banyak berdampak pada komunitas Muslim di negara lain, termasuk Amerika. Untuk itu Muslim Amerika harus belajar menghadapi hal ini dari umat Muslim di Indonesia.
Managing Director Outrech Strategist yang juga merupakan kontributor dan analis untuk Fox 26, Mustafa Tameez, mengatakan saat ini dunia Muslim di seluruh dunia seperti tengah menghadapi masalah layaknya "kemacetan". Saat menghadapi kemacetan menurutnya, tentu diperlukan kesabaran dan kedisiplinan untuk mematuhi aturan agar tak terjadi gesekan. Satu negara yang mampu menghadapi "kemacetan" ini menurut Tameez adalah Indonesia.
"Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, tidak ada yang bisa mengatasi hal itu seperti yang dilakukan Indonesia. Untuk itu Muslim Amerika bisa mempelajari ini dari Indonesia," ungkapnya pada wartawan saat ditemui usai diskusi publik di @america Jakarta, Rabu (29/4).
Untuk itulah ia dan sejumlah pemimpin komunitas Muslim di Amerika Serikat datang ke Indonesia hari ini. Mereka menurut Tameez, ingin belajar dari Indonesia bagaimana mengatasi segala masalah seperti yang saat ini menimpa Timur Tengah. Tameez menilai, Indonesia mampu mengatasi karena merupakan negara demokratis terbesar ketiga di dunia.
Sementara itu, Imam Besar Masjid New York Shamsi Ali menambahkan konflik Timur Tengah memang menjadi salah satu tantangan yang dihadapi umat Muslim saat ini. Sebagai Muslim, konflik sektarian terlebih yang menyebabkan berkembangnya ekstremisme menjadi tanggung jawab semua Muslim.
Beruntung menurut Shamsi, Muslim Amerika lebih rasional dalam menanggapi isu radikalisme atau ekstremisme. Di Amerika menurut Shamsi, komunitas Muslim memiliki kesempatan besar untuk merangkul teman-teman dari komunitas lain.
"Kesempatan ini kita manfaatkan untuk merangkul teman agama lain mencari formula bersama meredakan konflik di Timur Tengah, khususnya masalah ekstremisme," kata Shamsi.
Tapi menurut Shamsi, hendaknya sebagai Muslim kita memposisikan diri menolak ekstremisme. Jangan sampai menurutnya, ekstremisme hanya menjadi musuh Barat. Padahal menurut Shamsi sebagai Muslim, kita juga wajib menentang ekstremisme.
"Jangan sampai kita menunjukkan seolah-olah kita bersahabat dengan ekstremisme, kita tunjukkan orang Islam juga anti-ekstremisme dan peduli dengan ekstremisme yang sedang berkembang saat ini," kata Shamsi.
Hal senada disampaikan CEO Ethan Allen dan mantan Ketua Federasi Retail Nasional di AS, Farooq Kathwari. Menurut Kathwari, konflik dan berkembangnya ekstremisme memang membuahkan Islamophobia di berbagai belahan dunia tak terkecuali Amerika. Tapi menurutnya, hal terpenting menjadi Muslim di Amerika adalah menunjukkan kemampuan diri dan menjadi pribadi yang dapat dipercaya.
"Saya Muslim, tapi saya dipercaya ditunjuk langsung sebagai ketua federasi retail di sana. Itu artinya kita harus mampu menunjukkan diri kemampuan kita," ungkap Kathwari.
Selain itu ia menekankan untuk selalu berbuat baik dengan sesama. Dengan begitu menurutnya, orang lain pun akan memperlakukan kita dengan baik.