REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Ibrâhîm berasal dari daerah yang bernama Ur, sebuah kota kecil yang terletak di Kaldea, Babilonia. Bapaknya bernama Azar, dan bekerja sebagai pembuat patung. Rupanya sejak kecil Ibrâhîm ini cerdas dan kritis sekali melihat kelakukan bapaknya, yang kerjanya mengambil batu lalu dibikin patung, setelah selesai lalu disembah.
Bagi Ibrâhîm, perbuatan bapaknya itu tidak masuk akal. Singkat cerita, Ibrâhîm memberontak kepada ayahnya dan kepada masyarakatnya. Diusir dari Babilon, Ibrahim lari ke utara ke Haran (sekarang Haran itu termasuk ke dalam negara Turki), sebuah kota kecil yang nantinya memiliki peran besar sekali dalam agama Islam oleh karena dari situlah banyak para ahli falsafah Yunani ditampung oleh khalifah-khalifah Abasiyah.
Di Haran Ibrâhîm juga dimusuhi. Lalu dia lari ke sebelah barat lalu belok ke selatan dan sampai ke Kana’an, Palestina Selatan. Kana’an adalah sebuh daerah yang subur sekali, bagus untuk pertanian. Tapi karena berbagai sebab, Ibrâhîm pergi ke Mesir bersama istrinya, Sarah.
Di Mesir Nabi Ibrâhîm mendapati seorang Raja yang menginginkan istrinya, Sarah. Nabi Ibrâhîm kebingungan. Tapi kemudian mendapatkan ide untuk “mencacati” istrinya, yaitu dengan cara melobangi telinganya. Ada legenda saat itu, bila seorang perempuan telinganya dilobangi berarti perempuan itu seorang budak (hamba-sahaya).
Dan seorang Raja, meski perempuan itu cantik sekali, tidak mungkin menjadikan seorang budak perempuan sebagai istri atau selir. Raja Mesir pun akhirnya tidak tertarik. Ketika Sarah itu sedikit marah-marah karena dilobangi telinganya.