REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan ada tiga kategori yang disebut sebagai penganut paham radikal. Pertama kata Marsudi adalah orang-orang yang punya pemahaman di luar dari jumhur atau kebanyakan ulama.
Marsudi mencontohkan, misalnya orang-orang yang menyebut pihak tertentu kafir, akan tetapi tidak atas dasar kesepakatan para ulama.“Misal, mengkafirkan orang. Emang yang tahu kafir kita apa? Kafir atau tidak kafir, imannya tinggi atau tidak tinggi tahu dari mana dia? Orang kalau sudah bersyahadat, itu sudah iman kepada Allah. Jumhur ulama menilai kalau sudah bersyahadat itu sudah mukmin, tidak kafir,” kata Marsudi kepada ROL, Selasa (14/4).
Kelompok yang keluar dari jumhur ulama ini disebut Marsudi sering ditemui di negara-negara timur tengah. Yang mana sesama muslim justru menjustifikasi kafir terhadap satu sama lain. Kedua kategori radikal lanjut Marsudi adalah orang-orang yang punya pemahaman tidak mendalam.
Akan tetapi mudah dihasut oleh orang yang punya pemahaman radikal yang tidak sesuai dengan jumhur ulama. Golongan seperti inilah yang dikhawatirkan Marsudi rentan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap apa yang mereka tidak anggap islami.
“Kedua adalah radikal jihadis, yang pemahaman ilmunya belum mendalam, tapi mengikuti seruan daripada orang-orang yang menginstall pemahaman terhadap dia. Mereka yang langusng melakukan eksekusi. Missal ini dianggap tidak islami langsung dibom, wah tidak islami langsung diutup,” ujar Marsudi.
Sementara satu lagi golongan radikal kata Marsudi adalah orang yang punya pemahaman dim luar dari jumhur ulama, tapi tidak melakukan tindakan yang nyata.
Dalam pemberantasan radikalisme di Indonesia saat ini, Marsudi optimis dengan tindakan yang diambil oleh pemerintah dengan pembentukan tim panel yang mengkaji hal-hal yang diduga mempunyai pemahaman radikal. Bila tim panel ini difungsikan dengan baik, ia yakin radikalisme di Indonesia dapat dicegah.
“Tinggal difungsikan dengan baik saja. Kalau masih butuh tenaga tambahan tinggal koordinasi dengan ulama di MUI atau siapa yang relevan,” ungkapnya.