REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu faktor yang menyebabkan perempuan menjadi korban radikalisme yaitu kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang ajaran Islam yang baik dan benar. Hal tersebut disampaikan oleh Wasekjen MUI, Amany Lubis.
Ia mengatakan, dengan ilmu Islam yang kurang maka perempuan akan mudah dirayu atau di cuci otaknya untuk bergabung dengan kelompok radikalisme. Khusunya untuk dijadikan istri dari pelaku tindakan ekstrimisme.
"Pertama kewajiban perempuan harus mengetahui ajaran agamanya yang baik itu seperti apa. Bukan yang ditakut-takutkan. karena dia sering secara tidak sadar terjerumus. Bukan karena kesadaran penuh. Jadi terjerumusnya itu bisa karena rayuan atau pencuciab otak," ujar Amany Lubis kepada ROL, Kamis (9/4).
Guru besar UIN ini melanjutkan, faktor lain yang menyebabkan perempuan rentan menjadi korban radikalisme yaitu kurangnya bargaining position yang dimiliki perempuan. Perempuan tidak bisa melakukan penolakan jika ada pihak yang mengajak menikah khususnya dengan yang memiliki gelar kegamaan seperti ustaz, ataupun syekh.
Selain itu perempuan juga tidak memiliki daya tolak karena suami atau saudaranya sudah bergabung menjadi bagian kelompok radikalisme. Sehingga mau tidak mau perempuan akan ikut menjadi bagian dari kelompok tersebut. Hal ini biasanya disertai dengan ketidakberdayaan perempuan dari faktor ekonomi.
"Karena lemah, tidak memiliki daya tolak. Karen suaminya sudah ikut jadi tidak bisa menolak. Karena tidak punya pengetahuan, pendidikan dan secara ekonomi tidak berdaya," katanya.
Untuk itu, sebagai bentuk pencegahan agar perempuan tidak menjadi korban radikalisme . Maka perempuan harus memperlajari Islam secara utuh dengan orang yang tepat. Baik melalui majelis taklim ataupun mengikuti sosialisasi yang diadakan masyarakat tentang bahayanya gerakan radikalisme maupun eksterimisme.
Selain itu, masyarakat dan pemerintah juga harus melakukan pembinaan kepada perempuan yang menjadi korban radikalisme. Baik pembinaan dalam hal agama maupun ekonomi.
Dengan dilakukan pembinaan maka mereka dapat dikembalikan ke masyarakat dan menghidupkan kembali ekonomi keluarga. Jika tidak segera dilakukan pembinaan maka perempuan korban radikalisme akan meminta bantuan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga mereka akan terus-terusan menjadi korban dari radikalisme.