REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tiga tokoh agama, yakni KHM Luqman Hakim PhD (Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama ANZ), menilai Islam tidak mengenal diskriminasi kepada disabilitas.
"Dalam Alquran surat Abasa ayat 1-16, Allah menegur Nabi Muhammad karena mengacuhkan dan memalingkan wajahnya dari Abdullah bin Ummu Maktum, penyandang tuna netra, yang hendak mendapatkan pengajaran Islam dari Nabi," kata KHM Luqman Hakim dalam diskusi antar-iman di Flinders University Adelaide, Australia, Kamis (2/3).
Dalam siaran pers yang diterima Antara dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) cabang Flinders, PPIA cabang Australia selatan, dan PCI NU ANZ.
Sang kiai yang juga seniman kaligrafi dan pengampu majalah Cahaya Sufi serta Sufinews.com itu menegaskan Islam tidak mengenal dosa turunan.
"Jadi, kalangan disabilitas itu juga sesama manusia yang harus dihormati. Kalau ada pandangan keagamaan yang menganggap disabilitas sebagai penanggung dosa, kutukan, pandangan semacam itu sudah bercampur legenda atau mitos-mitos. Bukan dari ajaran Allah," katanya.
Topik disabilitas yang disinggung dalam diskusi yang membahas upaya damai di tengah perbedaan iman itu menyeruak ketika aktivis dan akademisi disabilitas Jaka Anom Ahmad Yusuf Tanukusuma menyinggung banyaknya pemuka agama yang cenderung memandang disabilitas sebagai kalangan yang patut mendapat diskriminasi.
Bahkan, fakta diskriminasi terhadap perempuan disabilitas juga dibeberkan aktivis dari Komnas Perempuan, Siti Maesaroh, yang sedang menempuh master bidang studi disabilitas (Flinders University).
Aktivis perempuan itu menguraikan masih diberlakukannya UU Perkawinan 1974 yang didasarkan pada nilai-nilai agama memberikan peluang diskriminasi, karena salah satu pasalnya menyebutkan seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya yang 'cacat' atau sakit fisik yang tidak bisa disembuhkan.
Selain Luqman Hakim, ada Pdt Ellia Maggang (Kristen), dan Romo Amatus Budiharto (Katholik), yang juga menjadi pembicara dalam acara diksusi tersebut.