REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengusulkan agar fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai pelaku kejahatan seksual anak dapat berjalan efektif maka turunan dari fatwa tersebut perlu dianut menjadi hukum positif atau undang-undang.
Hal tersebut disampaikan Juru bicara HTI, Ismail Yusanto. Ia mengatakan, jika dimasukkan ke dalam UU, fatwa MUI akan bersifat mengikat sehingga fatwa tersebut dapat digunakan dalam eksekusi atau pelaksanaan pemberian hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.
Ia melanjutkan, jika fatwa bersifat tidak mengikat maka fatwa yang ada hanya bersifat peraturan saja. Tidak akan digunakan sebagai landasan dalam memberi hukuman bagi pelaku tindak kejahatan seksual khusunya pada anak.
Sehingga tidak ada efek jera yang dirasakan oleh pelaku. Menurutnya, Fatwa merupakan penetapan hukum dengan dalil-dalil syari yang seharusnya menjadi produk dalam menyelesaikan persoalan ditengah masyarakat. Salah satunya persoalan kejahatan seksual.
"Karena itu bagaimana caranya membuat fatwa itu mengikat agar dapat efektif. Nah karena itu maka lahirnya undang-undang yang merupakan turunan dari fatwa suatu yang positif dan perlu," ujar Ismail Yusanto Kepada Republika, Kamis (5/3).
Ia meminta agar penetapan hukum positif dari turunan fatwa MUI ini segera dilaksnakan. Ini dikarenakan pelaku kejahatan pornografi dan pornoaksi semakin meningkat karena hukuman yang tidak menimbulkan efek jera.
Ia menambahkan, indonesia bukan hanya berada pada taraf darurat narkoba dan korupsi saja tetapi juga darurat pronografi.