REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Banyak hal yang harus diperhatikan sebelum membangun sebuah masjid.
"Harus kita perhatikan budaya setempat jika ingin membangun masjid. Karena Indonesia ini plural, dan di beberapa tempat umat Islam minoritas," ungkap Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr KH Ali Musthafa Ya'qub, seperti dilansir DMINEWS, Rabu (25/2).
Pakar hadis ini mencontohkan, di Bali, umat Islam minoritas. Maka, yang paling tepat dan bijak adalah membangun amsjid di sana dengan arsitektur khas Bali, atau dengan memberi ornamen adat Bali di bagian tertentu.
"Cukup memberi ornamen, tidak semua bangunan harus berbentuk budaya atau adat Bali yang mayoritas menganut Hindu tersebut. Ini penting untuk menjaga kelestarian budaya selain keharmonisan kultural," papar dia.
Ia menambahkan, orang Bali tidak melarang mendirikan masjid. Namun, kata dia, orang Bali meminta bangunan masjid disesuikan atau mengakomodir adat budaya atau arsitektur Bali.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mmembangun masjid, hendaknya disesuaikan dengan kondisi alam. Indonesia, jelas dia, secara umum punya dua iklim, yakni kemarau (panas) dan musim hujan.
"Banyak masjid, termasuk Istiqlal, ketika musim hujan tiba, air hujan tempiyas (masuk ke dalam masjid) terbawa angin. Karena itu, arsitektur atau desain masjid harus disesuaikan sedemikian rupa agar saat hujan, air tidak tempias ke dalam masjid," jelas Kiai Ya'qub.
Menurutnya, bangunan masjid yang baik dalam konteks musim hujan ini adalah Masjid Pondok Indah. Masjid di kawasan elit tersebut dibangun dengan arsitektur seperti berjenjang dari atas ke bawah, lancip, dengan kemiringan yang cukup, sehingga tidak memungkinkan air hujan tempias.
"Intinya, bangunan harus disesuaikan dengan alam. Selain untuk kenyamanan dan keamanan beribadah, masjid dengan penyesuaian alam juga menunjukkan keragaman dan kearifan lokal dan alam. Jangan hanya mementingkan aspek keindahan arsitektur masjid," pungkasnya.