REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Harta senilai belasan juta sudah habis semua, tetapi Ruhyati (48 tahun) tidak berputus asa. Suaminya, almarhum Didim Sulaeman (52 tahun) menderita penyakit gula. Ia pernah menjalani perawatan pada 2009 di Rumah Sakit Persahabatan. Pada 2012, almarhum kembali dirawat, kali ini lebih parah dan menghabiskan biaya yang cukup besar.
Terakhir kambuh Februari 2014, sempat dibawa ke rumah sakit, namun karena biaya makin membengkak dan utang semakin menumpuk, akhirnya Ruhyati membawa suaminya pulang dan hanya di rawat di rumah dengan pengobatan ala kadarnya. Hingga akhirnya pada Juni 2014, suaminya berpulang ke rahmatullah.
Saat itu, penjual nasi uduk ini meminjam uang kepada tetangga demi kesembuhan suami dari penyakit gula. Penyakit tak kunjung reda, suami dipanggil Yang Mahakuasa. “Semenjak suami meninggal saya belum sanggup lagi nyicil utang,” ujarnya, Rabu (11/2) di rumahnya Jalan Bekasi Timur IV RT 01/08, Cipinang Besar Utara.
Hasil jualan sarapan nasi uduk dan gorangan hanya cukup untuk biaya hidup dan sekolah anak semata wayangnya, Rini (13 tahun) yang baru duduk di kelas satu SMP. Total utang Ruhyati Rp 9 juta. Ia pinjam secara bertahap untuk biaya berobat yang tidak ditanggung dalam surat keterangan tidak mampu (SKTM). Utang itu sudah dicicil Ruhyati Rp 3 juta dari uang pemberian ketika suaminya meninggal. Sebelumnya Suryati juga menguras tabungannya belasan juta untuk berobat suami tercinta.
Untuk mengurangi beban Ruhyati, melalui program Zakat Peer to Peer (ZPP), Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) menggalang zakat harta (dan donasi) dari kaum Muslimin sehingga Ruhyati tidak menjadi gharimin lagi dan ibadah zakat harta bisa tertunaikan. Dan tentu saja pahala dari Allah SWT untuk kita semua karena telah membantu sesama.
Mari tunaikan zakat dan donasi Anda untuk Ruhyati. Klik disini