REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ulama Indonesia cenderung kesulitan untuk memulai dakwahnya melalui tulisan. Ada beberapa solusi untuk mengatasi hambatan tersebut.
“Kalau tidak suka membaca maupun mengkaji, maka tidak bisa menjadi penulis,” ungkap Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) Prof Nasaruddin Umar, Rabu (11/2).
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini mengatakan, menulis itu membutuhkan banyak hal. Mulai dari waktu, energi, dan sarana. Harga buku yang relatif mahal, dilihatnya, juga bisa menjadi penyebab kurangnya semangat menulis para ulama.
Menurutnya, menulis pada zaman sekarang itu tidak boleh sembarangan. Apalagi, ulama Indonesia harus bersaing dengan karya-karya ulama dari luar negeri. Padahal referensi yang kuat dan banyak sangat diperlukan dalam menulis.
Nasaruddin menyarankan tiga hal yang perlu dilakukan ulama untuk bisa menjadi penulis di zaman ini. Pertama, para ulama harus banyak membaca dari berbagai referensi. Kemudian, para ulama harus bisa mengikuti perkembangan buku dan media.
“Misalnya, adanya e-library,” ungkap mantan Wakil Menteri Agama ini.
Setelah itu, Nasaruddin menyarankan agar para ulama bisa menguasai banyak bahasa. Sebab banyak referensi berasal dari berbagai negara.