REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah melarang sama sekali tenaga kerja asing (TKA) untuk mengajar agama apa pun di Indonesia. Hal itu tertuang dalam revisi peraturan menteri (Permenaker) 40 Tahun 2012, yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, akhir Desember lalu.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag), Nur Syam, regulasi tersebut secara substansial patut didukung. Bagaimanapun, Nur Syam mengakui, ada plus minus dalam pemberlakuan regulasi Kemenaker tersebut.
Sebab, kata Nur Syam, perlu diperhatikan, selama ini Kemenag dan juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) banyak mengimpor TKA sebagai pengajar bahasa asing di Indonesia. Misalnya, ungkap Nur Syam, Kemenag telah mengadakan kerja sama dengan beberapa negara di Timur Tengah untuk mengirimkan TKA pengajar bahasa Arab di sejumlah madrasah, termasuk di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Jakarta.
Sehingga, bisa saja timbul kekhawatiran, TKA pengajar bahasa asing itu turut menyebarkan paham radikalisme keagamaan di Indonesia. Terkait itu, Nur Syam menekankan pentingnya kriteria sebelum pengiriman TKA ke Indonesia.
Hal itu agar aktivitas TKA di Indonesia dapat diawasi supaya tidak keluar dari koridor yang ada. Yakni, tetap sejalan dengan paham keagamaan mainstream di Indonesia yang tak bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, dan keutuhan NKRI. Intinya, ujar Nur Syam, lembaga pendidikan yang didatangkan TKA mesti punya saringan internal.
“Dimensi pengawasan itu sangat menentukan. Apakah dia (TKA pengajar bahasa asing) itu masih ada dalam koridor atau tidak. Kalau di luar, tentu lembaga pendidikan berhak meminta pemerintah, supaya TKA itu tidak lagi mengajar,” kata Nur Syam, Ahad (4/1).