REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi VIII DPR RI meminta agar Rancangan Undang-undang perlindungan umat beragama (RUU PUB) tidak mengatur secara detail masalah teknis pelaksanaan keyakinan umat beragama, termasuk pengaturan materi dakwah.
"RUU tersebut diharapkan tidak mengatur terlalu detail masalah teknis pelaksanaan keyakinan umat beragama. Selama pelaksanaan ajaran agama itu tidak mengganggu kepentingan kelompok lain, pemerintah tentu harus membuka ruang,” harap Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaonan Daulay, Ahad (28/12).
Ia mengatakan, jika RUU ini mengatur terlalu detail, dikhawatirkan pemerintah melakukan pembatasan terhadap pelaksanaan ajaran agama warga negara. Padahal, dalam pasal 29 UUD 1945 secara jelas dan tegas menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan umat beragama untuk melaksanakan agama dan kepercayaannya.
Sedangkan pada tataran tertentu, pemerintah diharuskan untuk memfasilitasi agar umat beragama mampu melaksanakan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
Menurut Saleh, sebaiknya Kementerian Agama terlebih dahulu melakukan kajian terhadap nilai kepentingan RUU PUB tersebut. Hasil kajian tersebut lalu dipublikasikan ke masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa memberikan masukan.
Ia menambahkan, wacana pengaturan materi dakwah dalam RUU PUB tidak semestinya digulirkan oleh Kemenag. Hal tersebut dikarenakan dapat menimbulkan polemik di masyarakat. Apalagi, klausul pengaturan materi dakwah masih bersifat usulan.
"Kan banyak klausul yang mau dimuat dalam RUU PUB itu. Lalu, kenapa isu ini yang ditonjolkan? Kan bisa saja orang menduga bahwa RUU tersebut sengaja dibuat hanya untuk mengatur penyampaian dakwah di tengah masyarakat," katanya.