REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Amirsyah Tambunan mengingatkan, agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama (PUB) tidak bertentangan dengan konstitusi. Sebab menurutnya, konstitusional sudah final dan mengikat.
“Misalnya UU PNPS 1965 Tentang Penodaan Agama yang dipertahankan di MK. Sebaiknya RUU PUB juga dilahirkan untuk memperkuat atau punya keterikatan dengan itu,” kata Amirsyah kepada ROL, Selasa (23/12). Ia melanjutkan, dikarenakan banyak UU yang juga berhubungan, maka RUU PUB harus terintegrasi dengan UU sebelumnya tersebut.
“Maka harus saling terkait. Jangan tebang pilih, ini adalah fakta hukum,” lanjutnya. Ditambahkannya, saat pihaknya diundang dalam seminar awal penyusunan RUU PUB oleh Kementerian Agama (Kemenag) Kamis lalu juga, ia mengaku memberikan saran serupa. “Banyak pihak tentunya memberi masukan bahwa naskah RUU PUB harus jelas baik secara filosofis, sosiologis maupun konstitusional,” kata dia.
Sebelumnya Menteri Agama (Menag) Lukman Hakin Saifuddin mengatakan bahwa RUU PUB merupakan bentuk penegasan dari sejumlah peraturan yang belum menjadi undang-undang. Seperti aturan tentang pendirian rumah ibadah yang masih berbentuk Peraturan Bersama Menteri, aturan tentang penyiaran agama juga masih berbentuk SKB, termasuk juga aturan tentang UU Penodaan Agama yang sudah puluhan tahun belum direvisi.