Ahad 21 Dec 2014 14:15 WIB

Umat Islam Kehilangan Figur Pemimpin, Ini Penyebabnya?

Rep: c03/ Red: Agung Sasongko
Figur Pemimpin yang adil (ilustrasi)
Foto: Blogspot.com
Figur Pemimpin yang adil (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Krisis kepemimpinan Islam yang terjadi dinilai karena umat Islam telah kehilangan figur tokoh Islam yang menjadi panutan. Dosen Universitas Paramadina, Pipip Rifa'I Hasan mengatakan hal ini tidak terlepas dari beberapa faktor kunci sehingga umat Islam Indonesia mengalami krisis kepemimpinan.

"Artinya pemimpin Islam hanya mendapat satu penghormatan saja dari umat, kelompok atau sebagian masyarakat, tidak ada satu tokoh yang bisa menjadi rujukan bagi setiap orang," tutur Pipip saat dihubungi ROL, Ahad (21/12)

Itu terjadi, kata Pipip, akibat blunder yang dilakukan tokoh-tokoh Islam saat masa pilpres. Di mana menurutnya tokoh Islam yang seharusnya netral dalam pilpres, namun terlibat terlalu jauh sehingga terpecah-pecah dengan mendukung salah satu pasangan.

Ironisnya lagi, tak satu pun dari tokoh Islam yang berani tampil maju untuk bersaing dalam pilpres. Hal ini juga kata Pipip membuat masyarakat khususnya umat Muslim kehilangan kepercayaan. "Itu yang menyebabkan kemudian berbeda karena pemihakan terhadap calon tertentu, masyarakat kurang respek terhadap mereka," tuturnya.

Lebih lanjut kata Pipip dengan organisasi Islam yang secara terang-terangan ikut terjun dalam mendukung pasangan pilpres tertentu. "Kalau kemarin tokoh Islam bersikap netral umat islam punya banyak panutan, problemnya kita tidak ada pegangaan," katanya.

Selanjutanya dari sisi kekuatan ekonomi, menurut Pipip  kebanyakan tokoh Islam yang memiliki latar belakang santri masih tertinggal jauh dari sisi ekonomi dengan tokoh-tokoh yang bukan santri."Ini berdampak pada politik, kita tidak boleh tergantung pada koneksi di atas, tapi harus membangun ekonomi sendiri, wirausaha sendiri," tuturnya.

Pipip mencontohkan bagaimana besarnya peran, pengaruh dan kekuatan ekonomi dari pebisnis non-Muslim saat pilpres. Meski tak terjun langsung dalam politik praktis, kata Pipip, mereka masih bisa menguasai disektor ekonomi. "Kita kurang sabar untuk lompat kepolitik, punya obsesi berlebih," katanya.

Ketiga, kerusakan dalam produk penegakan hukum yang banyak disebabkan oleh orang Islam sendiri. Sehingga membuat masyarakat kehilangan kepastian dan ketidak percayaan kepada produk hukum. "Kita sudah tidak percaya aparat hukum sudah lama saat adukan masalah apa akan diproses adil," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement