Senin 15 Dec 2014 14:13 WIB

Pengobatan Ala Nabi Mulai Dilirik dalam Terapi Pengobatan Klinis (1)

Rep: heri purwata/ Red: Damanhuri Zuhri
Pengobatan bekam.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengobatan bekam. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Saat ini, tren pengobatan modern yang berkembang di dunia Barat mulai melirik untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dalam terapi pengobatan klinis.

Padahal sebelumnya hal ini sering dianggap tidak ilmiah karena Barat menilai ilmu pengetahuan harus dipisahkan dari nilai-nilai agama.

“Berdasarkan riset terkini yang mereka lakukan, ternyata pengobatan yang bersumber dari ajaran agama tertentu terbukti berkontribusi dalam kesembuhan pasien,” kata Arrus Fery,  Direktur Rumah Sakit Nur Hidayah Yogyakarta pada seminar nasional Menuju Masyarakat Madani dan Lestari 2014 Seri ke-4, di Universitas Islam Indonesia, Kamis (11/12) lalu.

Lebih lanjut Arrus Feri mengatakan menghadapi tren pengobatan di masa depan seharusnya umat Islam segera berbenah dan mempersiapkan diri.

“Kita harus mampu mengembangkan konsep pengobatan holistik yang mengintegrasikan antara pengobatan klinis dan pengobatan ala Nabi. Jika kita tidak segera bertindak, peluang ini akan diambil oleh bangsa lain”, kata Arrus Feri.

Menurutnya tren ini sudah menjadi keniscayaan namun sistem pengobatan yang ada masih sangat terfragmentasi. Berangkat dari hal itu kini pihaknya tengah mengembangkan pengobatan ala Nabi di RS Nur Hidayah.

Ia menambahkan sudah lama umat Islam hanya menjadi penonton dan konsumen dalam perkembangan dunia pengobatan modern. Padahal dari segi historis, fondasi ilmu kedokteran modern justru banyak dibangun para cendekiawan dan ilmuwan Muslim.

Mereka tidak hanya mendapat inspirasi untuk mengembangkan ilmu pengobatan dari tata cara Nabi dalam memelihara kesehatan namun juga dari pengobatan yang ditempuh oleh bangsa-bangsa lain, seperti Mesir dan Romawi.

Meski demikian, ia tidak menampik banyak tantangan yang harus dihadapi untuk membangkitkan kembali pengobatan holistik Islami tersebut. Salah satunya, masyarakat dan kalangan praktisi medis masih memandang sebelah mata tentang pengobatan herbal hanya sebatas pengobatan alternatif.

“Resistensi yang ada di masyarakat masih tinggi sehingga kami pun terus memberikan edukasi lewat berbagai media,” katanya.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement