REPUBLIKA.CO.ID, URUMQI -- Pemerintah Cina untuk wilayah Turkistan Timur dikabarkan mengeluarkan larangan melakukan praktek keagamaan kaum minoritas Islam di gedung-gedung pemerintahan.
Pada Jumat (28/11) lalu, komite parlemen Xinjiang telah mensahkan aturan tersebut. Bila tertangkap dan terbukti, mereka akan dikenakan denda antara 5000 hingga 3000 yuan bagi mereka yang menggunakan internet, telepon seluler atau penerbitan digital untuk mengakses informasi tentang agama Islam.
World Bulletin melaporkan, selain itu, peralatan yang mereka gunakan juga akan disita. Peraturan tersebut akan berlaku pada Januari mendatang. Dalam aturan tersebut juga dilarang untuk mengakses video tentang ajaran agama Islam yang dianggap radikal.
“Peningkatan tindakan kekerasan terhadap Islam telah muncul di Xinjiang,” kata Ma Mingcheng, Wakil Direktur Kongres Rakyat Xinjiang dan direktur komite urusan legislatif, menurut surat kabar Cina.
Orang tidak akan diizinkan untuk mempraktikan kegiatan Islam termasuk beribadah di kantor-kantor pemerintah, sekolah-sekolah umum, bisnis atau lembaga. Kegiatan keagamaan harus dilaksanakan di beberapa tempat yang telah ditetapkan oleh pemerintah Cina.
Mereka juga dilarang mengenakan atau memaksa orang lain untuk memakai pakaian atau logo yang berhubungan dengan Islam. Xinjiang merupakan rumah bagi orang-orang Muslim Uighur. Mereka telah dilanda kekerasan selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai kelompok ekstremis yang menginginkan sebuah negara merdeka yang disebut Turkistan Timur.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan masalahnya lebih berkaitan dengan pembatasan di Beijing pada adat agama dan budaya orang-orang Uighur dan meragukan keberadaan kelompok kohesif yang memerangi pemerintah.