REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL -- Madrasah Tsanawiyah Negeri Nglipar (Matsangli), Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, mengirimkan sejumlah guru dan siswanya setiap minggu ke beberapa Mesjid di desa Natah, Gunung Kidul. Hal tersebut sudah dilakukan oleh sekolah sejak tahun yang lalu.
Kepala Madrasah, Ponco Budi Suliso mengatakan, secara geografis sekolah tersebut berada di bukit pedalaman yang jauh dari pusat kota yaitu, Dusun Blembeman, Natah, Nglipar, Gunung Kidul, Yogyaarta. Namun, berada di pedasan, kata Ponco, justru memiliki peran penting dalam hal peningkatan pendidikan masyarakat pedesaan.
Mengirimkan guru dan siswa untuk menjadi khutbah jumat, tutur Ponco, merupakan bentuk peran nyata yang dilakukan oleh sekolah tersebut dalam pendidikan masyarakat desa setempat. Selain itu, pelatihan manajemen Taman Pendidikan Anak (TPA) di Masjid juga dilakukan.
“juga mengirimkan, dai’-da’i kecil untuk menjadi ustadz TPA,” ujar Ponco, Ahad (9/11) malam dalam keterangan tertulisnya kepada ROL, Senin (10/11).
Menurut Ponco, lembaga pendidikan Matsangli tidak hanya berorientasi untuk mencerdaskan anak didik. Namun, kata Ponco, Matsangli dinilai memiliki tanggungjawab dalam pendidikan masyarakat sekitar. Sebab, tumbuh dan berkembangnya Matsangli, kata Ponco, tidak lepas dari peran masyarakat.
Ponco mengharapkan Matsangli menjadi pusat pembinaan terhadap masyarakat sekitar. Matsangli, Ponco menambahkan, ingin memposisikan sebagai lembaga pendidikan yang representatif dan kompetititf.
Soklis Etnadi, salah seorang guru di sekolah tersebut saat dikonfirmasi mengenai program di Matsangli oleh Republika, Senin (10/11) membenarkan program tersebut. Menurutnya, sejarah berdirinya sekolah tersebut berawal dari Lembaga Kemasyarakat Desa (LKMD) setempat.
Sekolah yang pada tahun 1994 menyandang status sekolah negeri tersebut, kata Soklis, peran masyarakat sangat besar dalam pendirian sekolah tersebut. Karenanya, Sokis menegaskan, Matsangli berkomitmen agar sekolah tersebut memiliki manfaat nyata kepada masyarakat.
Jumlah siswa yang sekolah di Matsangli tidak banyak seperti sekolah negeri lainnya. “ya namanya di puncak bukit, angkot juga jarang, Cuma 170-an siswa,” kata Soklis.
Lebih lanjut, Soklis menjelaskan, kegiatan seperti safari ramadhan dilakukan setiap tahunnya oleh sekolah tersebut. Selain itu, sekolah tersebut juga melakukan bakti sosial secara berkala. Menurut Soklis, desa yang dijadikan sasaran kegiatan dari Matsangli disebutnya sebagai desa binaan dari Matsangli.