Kamis 09 Oct 2014 15:10 WIB

Peneliti Kemenag: Perlu Diperbanyak Sanggar Kesenian

Rep: Syahrudin El Fikri/ Red: Maman Sudiaman
Sanggar Seni Perceka, Cianjur, Jawa Barat
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Sanggar Seni Perceka, Cianjur, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI —- Kajian dan hasil penelitian dari Puslitbang Lektur dan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) merekomendasikan perlunya memperbanyak pusat-pusat sanggar kesenian untuk masyarakat. Hal ini diperlukan, mengingat minimnya perhatian masyarakat dan generasi muda terhadap kesenian tradisional yang bernuansa agama.

Peneliti Lektur dan Keagamaan Kemenag, Ali Fahrudin menyatakan, di beberapa daerah, termasuk di Bengkulu, masih banyak masyarakat yang kenal dengan kegiataan kesenian tradisional bernuansa keagamaan. Hanya saja, kata dia, dari sekian banyak warisan budaya tanpa benda (WBTB), hanya sedikit yang memahaminya.

“Yang mungkin sangat terkenal dan masih diingat adalah kegiataan keagamaan seperti tabot, syarafal anam, dan beberapa lagi. Sementara yang lainnya, dari 85 WBTB, sangat banyak yang terlupakan,” ujar Ali Fahrudin kepada ROL disela-sela Seminar Pemetaan Seni Budaya Keagamaan Nusantara yang digelar Puslitbang Lektur dan Keagamaan (Kemenag), di Bekasi, Kamis (9/10).

Untuk itu, ia mengusulkan perlunya diperbanyak sanggar kesenian, seperti sanggar tari, sanggar untuk seni sastra, sanggar seni suara, seni pertunjukan, dan lainnya. “Tanpa keberadaan sanggar kesenian itu, keberadaan kesenian tradisional bernuansa keagamaan akan semakin punah,” terangnya.

Keberadaan sanggar kesenian itu, lanjutnya, harus diperbanyak dan digalakkan, agar anak-anak atau generasi muda, mengenal berbagai kesenian bernuansa keagamaan itu menjadi lebih baik.

Hal senada juga disampaikan Murtadho Muhammad, peneliti lainnya di Kemenag. Menurut Murtadho, generasi muda di Kalimantan Timur (Kaltim) juga banyak yang tak mengenal lagi kesenian tradisional mereka yang bernuansa keagamaan. Contohnya, tingkilan, tari gantar, pelas tahun, dan lainnya.

“Mereka (generasi muda) itu, baru mengenal dan memahami kesenian itu hanya pada upacara-upacara resmi, seperti saat pesta adat Erau, atau ngulur naga,” ujar Mutadho.

Murtadho sependapat dengan Ali Fahrudin, bahwa sanggar kesenian harus diperbanyak dan digalakkan agar anak-anak muda setempat mengenal lebih dalam akan kesenian tradisional mereka yang bernuansa keagamaan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement