REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia, negara mayoritas Muslim terbesar dunia dengan ratusan etnisnya, memiliki ragam tradisi perayaan Idul Fitri atau Lebaran yang amat bervariasi, mulai dari penganan, festival, hiburan, hingga tradisi mudik (pulang kampung).
Agak sedikit berbeda dengan negara-negara Muslim di Timur Tengah, perayaan Idul Fitri di Indonesia berlangsung lebih meriah dibanding hari raya kurban Idul Adha. Di sebagian wilayah Indonesia, ketupat menjadi sajian khas perayaan Idul Fitri.
Kurator dan kokurator tekstil Minangkabau dari Textile Museum di Washington DC Amerika Serikat, John Summerfield dan Anne Summerfield dalam On Culture's Loom menulis, ketupek atau ketupat adalah kantung segi empat yang terbuat dari anyaman helaian daun kelapa.
Beras dimasukkan ke dalamnya dan direbus dalam air mendidih hingga butiran beras menjadi padat dan menyatu. Kantung ketupat tidak dimakan. Ketupat merupakan makanan khas nusantara selama perayaan Idul Fitri atau Lebaran, penanda berakhirnya bulan puasa (Ramadhan).
Di Indonesia, ketupat merupakan simbol penting. Beras mewakili bahan makanan yang dibutuhkan dan kantung ketupat mewakili cahaya iman. Di Indonesia, daun kelapa, yang digunakan untuk membuat kantung ketupat, disebut juga janur. Nur merupakan kata dari bahasa Arab yang berarti cahaya.
Ketupat menyimbolkan orang yang beriman akan mampu memenuhi kebutuhan materi. Saat ketupat direbus selama berjam-jam, kantungnya tidak hancur dan malah semakin kuat. Ini layaknya keimanan seseorang yang semakin kukuh, tidak mudah diguncang, dan mampu menghadapi kesulitan.
Ketupat atau kupat memiliki beberapa arti. Ada yang mengartikan kupat sebagai gabungan dua kata, “ngaku lepat” (mengaku salah). Ada pula yang mengartikan kupat sebagai bentuk jamak dari “kafi”, yaitu kuffat yang berarti cukup, cukup mengharapkan hidup dunia setelah menjalani pembenahan jiwa selama Ramadhan.