REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Berislamnya Maya semakin lengkap dengan berjilbab.
Memasuki Ramadhan, semua Muslim di call center berpuasa. Tapi, seorang teman Maya yang juga Muslim sengaja membawa sekotak makan siang untuk Maya. Maya juga sering diajak makan bersama saat waktu berbuka puasa tiba.
“Saya penasaran, mengapa melakukan itu? Mengapa mereka sengaja melaparkan diri?” tanya Maya. Ia lalu mulai bertanya mengapa mereka memilih Islam, apa itu Islam, dan terus bertanya.
Yang membuat Maya terkejut, yakni semua yang dilakukan teman-teman Muslimnya selalu memiliki landasan baik dari Alquran maupun hadis.
Saat mereka tidak bisa menjawab, mereka akan dengan terbuka mengatakan tidak tahu dan mencari tahu dulu. “Mereka punya bukti. Sampai akhirnya saya meyakini kebenaran Islam,” kata Maya.
Tapi, ia tidak segera memutuskan menjadi Muslimah. Ia belajar tentang Islam lebih jauh. Ia tahu, saat menjadi Muslimah maka yang berubah tidak hanya keyakinan, tapi juga semua aspek hidupnya.
Meski sempat ragu apakah ia akan bisa menjalankan kewajiban sebagai Muslim jika ia akhirnya berislam, Maya membuat masa percobaan.
Ia mulai berhenti makan makanan haram, berhenti pergi ke klub malam, dan mulai menggunakan pakaian yang menutup aurat.
Ternyata, ia bisa melakukannya. Tapi hatinya masih berkecamuk, salah satunya karena ia memikirkan cara mengatakan tentang keyakinannya kepada keluarga.
Berulang kali Maya mengumpulkan keberanian setiap ibunya menjemputnya dari asrama kampus pada akhir pekan.
Hingga akhirnya, Ramadhan datang kembali. Maya ingin menjadi Muslimah pada bulan itu. Ia lalu memberanikan diri menyampaikan keyakinannya kepada ibunya beberapa pekan sebelum Ramadhan.
Orang tua Maya tidak bereaksi berlebihan dan hanya bertanya mengapa dan pembicaraan mereka tentang pilihan hidup Maya tidak terlalu dalam setelah itu.
“Itu di luar dugaan, tidak seperti yang saya takutkan. Saya jadi merasa bodoh karena membuang waktu,” ujar Maya.