Rabu 25 Jun 2014 17:30 WIB

Mengapa Baznas Jadi Pusat Penyaluran Zakat Pegawai Negeri?

Rep: c78/ Red: Asep K Nur Zaman
Kaum dhuafa merupakan sasaran utama penyaluran zakat.
Foto: Antara/Eric Ireng
Kaum dhuafa merupakan sasaran utama penyaluran zakat.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Instruksi Presiden (Inpres) No 3/2014 menunjuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sebagai pusat penyaluran zakat pegawai negeri yang beragama Islam. Direktur Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama (Kemenag), Jaja Jaelani, menjelaskan, terpilihnya Baznas karena terkait posisinya sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang berada di bawah lingkup koordinasi Menteri Agama.

"Tugas dan kewenangan Baznas adalah melaksanakan pengelolaan zakat secara nasional," kata Jaja kepada Republika, Rabu (25/6). 

Cara koordinasi Baznas setelah terbitnya inpres tadi, lanjut dia, adalah melakukan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, sekaligus menghimpun zakat seluruh pegawai dan karyawan yang beragama Islam di lingkungan instansi pemerintah. Pemerintah juga melibatkan Menteri Dalam Negeri untuk mendorong gubernur dan bupati/wali kota untuk melakukan optimalisasi pengumpulan zakat di satuan kerja atau organisasi perangkat daerah dan Badan Usaha Milik Daerah melalui Baznas provinsi dan kabupaten/kota.

“Sementara Menteri BUMN mendorong direksi dan pimpinan BUMN untuk melakukan optimalisasi pengumpulan zakat karyawan dan zakat badan usaha di lingkungan BUMN melalui Baznas,” kata Jaja.

Direktur Institut Manajemen Zakat (IMZ) Kushardanta S melihat bahwa jangan sampai pemusatan zakat melupakan substansi dari penyaluran zakat, yakni menolong kaum dhuafa dan memberdayakannya. Baznas, kata dia, harus mulai merampungkan kesiapan sistem dan infrastruktur, terutama dalam hal sosialisasi. 

“Mungkin untuk potong gaji itu mudah, tapi tanggung jawab sosialnya gimana? Ini yang kemudian kita harus terbuka. Sudah siapkah terbuka?,” kata Kushardanta.

Begitu pun halnya ketika nanti dana zakat dialokasikan, Baznas harus siap melakukan transparansi agar masyarakat percaya dana zakatnya disalurkan dengan tepat. 

Baznas juga perlu detil dalam mendata dhuafa yang berhak menerima zakat. Seperti diketahui, kriteria miskin di Indonesia banyak versinya. Kata dia, banyak pula yang tidak miskin tapi mengaku-aku miskin.

Maka dari itulah, Baznas diminta jangan hanya mengendalkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) atau lembaga indikator kemiskinan lainnya. “Harus benar-benar teliti, karena banyak yang seharusnya dibantu malah luput,” pungkas Kushardanta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement