Kamis 12 Jun 2014 16:57 WIB

Bernostalgia Melalui Naskah (3-habis)

Naskah Melayu kuno.
Foto: Gemalaputri.blogspot.com
Naskah Melayu kuno.

Oleh: Nashih Nashrullah

Kesultanan Siak sendiri memegang kekuasaan dalam waktu lama. Dari informasi yang ada, Kesultanan ini berdiri sejak abad ke-18.

Kekuasaannya sangat luas, mencakup Pulau Sumatra, perairan Malaka, semenanjung Malaka, hingga ke Kalimantan di Sambas dan Pontianak.

Islam menjadi landasan utama Kesultanan Siak, di berbagai lini kehidupannya. Di segi pemerintahan, kesultanan ini merumuskan Babul Qawaid yang berisikan tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan dan adat istiadat Kesultanan Siak, begitu pula dengan hukumannya yang diberikan melalui proses pengadilan Kesultanan ataupun pengadilan Hindia Belanda. Kitab rumusan hukum ini terdari atas 22 bab yang mencakup 154 pasal.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya, pemerintah kerajaan pun ikut mengembangkan potensi rakyatnya. di masa pemerintahan Sultan Said Ali (1784-1810), dikembangkan kain tenun khas Siak, yang kemudian dikenalkan ke dunia luar.

“Kain tenun ini kemudian menjadi ciri khas busana Siak, yang diwujudkan dalam busana Muslim, baik untuk laki-laki maupun perempuan,” Prof Dien Madjid dalam Naskah Kesultanan Siak sebagai Pintu Gerbang Pembuka Kejayaan Melayu-Nusantara.

Sayangnya, sambung Dien, tak banyak yang bisa terungkap dari manuskrip tersebut. Padahal,  jika keseluruhan arsip tersebut telah bisa dikuak isinya, akan memberikan penjelasan yang gamblang mengenai posisi kerajaan ini.

Manfaat selanjutnya yang bisa dirasakan adalah bisa menjelaskan lebih banyak ada dunia tentang kedudukan Kesultanan Siak ini, agar lebih banyak lagi masyarakat awam yang mengenalnya.

Pada akhirnya, sebuah dokumentasi berupa karya tulis menjadi bahan penting untuk menelusuri rekam jejak eksistensi sebuah peradaban. Tanpa itu, sebuah peradaban hanya akan timbul tenggelam dan hanya menyisakan kisah, bahkan legenda sebatas lisan, bukan tulisan.

Dan semestinya pula, lewat naskah ataupun manuskrip yang mengisahkan berbagai hal, umat Islam minimal bisa bernostalgia dengan kejayaan masa lampau, agar berkaca kemudian berbenah.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement