REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbedaan antarorganisasi masyarakat Islam dalam penentuan awal Ramadhan dan tanggal-tanggal hari besar lainnya disebabkan perbedaan pemahaman terhadap konsep astronomi.
"Selama pemahaman terhadap konsep astronomi berbeda, maka penentuan, baik awal Ramadhan, Idul Fitri maupun Idul Adha terbuka untuk terus mengalami perbedaan dari tahun ke tahun," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin.
Organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah sudah menetapkan awal Ramadhan pada 28 Juni 2014 melalui metode hisab, sementara itu Nahdlatul Ulama (NU) bersama pemerintah perlu merukyat lebih dulu dan memperkirakan awal Ramadhan pada 29 Juni karena bulan yang tak bisa diamati menjadikan bulan Sya'ban digenapkan menjadi 30 hari.
Djamal mengatakan, selain awal Ramadhan, penentuan Idul Adha tahun ini juga akan berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah, NU dan ormas lainnya. "Ini disebabkan posisi bulan yang kebetulan kritis, di bawah dua derajat sehingga sulit diamati (dirukyat). Bahkan dengan teleskop paling canggih saat ini juga tetap tak bisa," katanya.
Ia mengatakan, setiap bulan baru, matahari akan terbenam lebih dulu, baru disusul bulan. Jika bulan sabit (hilal) ini masih cukup tinggi saat matahari terbenam maka akan mudah terlihat, namun jika bulan sabit terlalu rendah maka mustahil dilihat.
"Jadi ini disebabkan masalah kekontrasan antara ketampakan sabit yang tipis dengan cahaya senja yang masih kuat di sekitar ufuk dan sekitar matahari," kata pakar astronomi itu.
Teknologi untuk meningkatkan kontras adalah penggunaan filter untuk memperkuat cahaya hilal dan menekan cahaya senja, ujarnya.
"Tapi masalahnya, panjang gelombang cahaya hilal dan cahaya senja sangat mirip sehingga sulit difilter. Ini berbeda antara cahaya bulan sabit siang hari dengan latar depan cahaya langit biru. Dengan filter infra merah cahaya bulan sabit diteruskan, cahaya langit biru diserap," katanya.
Karena kemustahilan ini, kriteria wujudul hilal Muhammadiyah, menurut dia, seharusnya ditambahkan dengan syarat hilal yang sudah bisa diamati, misalnya hilal di atas dua derajat. Jika kriteria ini disepakati, maka diharapkan tak ada lagi perbedaan penentuan tanggal Hijriyah di antara ormas Islam, ujarnya.