REPUBLIKA.CO.ID,
Lokalisasi dinilai lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat.
JAKARTA -- Wacana penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur, mengundang reaksi dari kalangan ulama.
Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain, mendukung penuh rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menutup lokalisasi yang sudah ada sejak 1966 itu.
Keberadaan tempat prostitusi tersebut, menurut Zulkarnaen, merupakan masalah bagi seluruh Indonesia. ''Lokalisasi ini merupakan aib bagi bangsa yang berketuhanan, apalagi di kota santri Jawa Timur,'' ujar Tengku kepada Republika, Ahad (18/5).
Selain melanggar sila ketuhanan dan membawa aib, ia menilai, keberadaan lokalisasi Dolly merusak masa depan anak-anak di sekitar kawasan prostitusi itu. Sebab, setiap hari mereka melihat aktivitas para pekerja seks komersial (PSK).
Tengku tidak khawatir penutupan Dolly akan mengakibatkan semakin menyebarnya kegiatan prostitusi. Sebab, Pemkot Surabaya telah memberikan pembinaan dan pelatihan kepada para PSK di sana. Salah satunya, pelatihan menjahit.
Ia juga optimistis, penutupan Dolly akan berlangsung damai. ''Sutiyoso (mantan gubernur DKI Jakarta) pernah menutup tempat prostitusi dan itu aman-aman saja kok.''
Dukungan juga disuarakan Ketua Umum Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur, KH Mutawakkil. Menurut dia, lokalisasi Dolly lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. Karena itu, sangat tepat jika Dolly ditutup menjelang Ramadhan ini.
Mengenai pihak yang menolak penutupan lokalisasi ini, ia menilai, mereka adalah orang-orang yang memiliki kepentingan di tempat tersebut.
Ia juga menuturkan, Pemkot Surabaya telah mempersiapkan pekerjaan bagi para PSK. Artinya, Pemkot Surabaya tidak akan menelantarkan para PSK setelah Dolly ditutup. "Pemkot ingin memberi pekerjaan yang terhormat dan Pemkot sudah menyiapkan anggaran yang besar," katanya.