REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Kemenag tak menargetkan kapan RUU JPH akhirnya diundangkan.
Dirjen Bimas Islam Kemenag Abdul Djamil menyatakan memang masih harus ada pembahasan soal rancangan undang-undang tersebut.
Poin yang masih diperdebatkan adalah siapa yang berwenang melakukan sertifikasi produk halal. Padahal pembahasan sudah berlangsung sejak 2008.
Perbedaan pendapat dalam proses pembahasan dianggap sebagai hal wajar. Perbedaan tersebut, kata Abdul, memungkinkan melahirkan undang-undang yang baik. ‘’Sebab kami berharap ini menjadi perbaikan dalam sertifikasi halal.’’
Alasan pemerintah yang ingin ambil peran dalam sertifikasi, lanjut Abdul, karena persoalan halal menyangkut layanan publik. Dalam praktiknya, bukan hanya pemerintah yang menjalankan proses sertifikasi halal.
Ada dua otoritas yang kelak bertanggung jawab yakni pemerintah dan otoritas agama yaitu MUI. Pemerintah akan mengawal persoalan administrasi, sementara otoritas agama mengawal fatwa sekaligus menjadi auditor syariah.
Saat ditanya target penyelesaian pembahasan, Abdul Djamil menegaskan tak bisa memprediksi apalagi menargetkannya.
Abdul Djamil beralasan, RUU JPH membutuhkan pembahasan bersama. Penyelesaiannyapun, bergantung kesepakatan bersama pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
“Jika semua sudah sepakat, barulah nantinya bisa diajukan di rapat paripurna,” ujar Abdul. Sebelumnya, MUI mendorong pembentukan kelompok kerja antara MUI dan Kemenag untuk menjembatani perbedaan di antara mereka.
Ketua Umum MUI Din Syamsuddin seusai bertemu Menag Suryadharma Ali pada 21 Maret 2014 lalu, mengatakan, kelompok kerja membantu menyelesaikan perbedaan. ‘’Saya yakin RUU JPH bisa selesai,’’ katanya.