Selasa 13 May 2014 18:43 WIB

Sang Master Tarekat Syadziliyah (1)

Ibn Atha'ilah (ilustrasi).
Foto: Darulqasim.org
Ibn Atha'ilah (ilustrasi).

Oleh: Irwan Kelana/Syahruddin El-Fikri

Syekh Ahmad ibn Muhammad ibn Abdul Karim ibn Atha'illah al-Jadzami al-Maliki as-Sakandari, atau lebih popular dengan sebutan Syekh Ibn Atha'illah as-Sakandari lahir di Iskandariah atau Alexandria (Mesir) pada 648 H/1250 M, dan meninggal di Kairo (Mesir) pada 1309 M.

Julukan as-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu. Ia hidup di Mesir di masa kekuasaan Dinasti Mamluk.

Sejak kecil, Ibn Atha'illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu al-Abbas Ahmad ibn Ali as-Anshari al-Mursi, murid dari Abu al-Hasan al-Syadzili, pendiri tarekat al-Syadzili.

Dalam bidang fikih, ia menganut dan menguasai madzhab Maliki. Sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarekat al-Syadzili. Ia dikenal luas sebagai seorang ''master'' (syekh besar) ketiga di lingkungan tarekat sufi Syadziliyah.

Dibandingkan kedua gurunya tersebut, Syekh Ibn Atha'illah adalah orang pertama yang menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi pendiri tarekat Syadziliyah (Abu al-Hassan asy-Syadzili) dan penerusnya (Abu al-Abbas al-Mursi), sehingga khazanah tarekat Syadziliyah tetap terpelihara.

Ia menghabiskan hidupnya di Kairo dengan mengajar fikih madzhab Maliki di berbagai lembaga intlektual, antara lain Masjid Al-Azhar. Di kota tersebut, ia pun mengajarkan tarekat sufi Syadziliyah.

Selain terkenal sebagai master Syadziliyah (sufisme), Ibn Atha'illah juga dikenal sebagai seorang faqih (ahli fikih) yang hebat dalam mazhab Maliki.

Meski usianya masih muda, ia sudah mampu menjelaskan tentang masalah-masalah fikih yang ditanyakan padanya. Ibn Atha'illah berpandangan, bahwa di luar hukum syariat tidak ada lagi yang yang perlu dicari.

Karena pandangannya yang kokoh ini, banyak orang yang kemudian melakukan dialog dengannya untuk mendapatkan penjelasan dari yang dimaksudkannya. Termasuk terhadap gurunya sendiri, yaitu Syekh Abul Abbas al-Mursi, sang guru besar tarekat Syadziliyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement