Rabu 07 May 2014 18:58 WIB

Aktivis Muslim Saatnya Bersikap (3-habis)

Aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) saat menggelar aksi simpatik untuk mendukung Polisi Wanita (Polwan) berjilbab di Bundaran HI, Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) saat menggelar aksi simpatik untuk mendukung Polisi Wanita (Polwan) berjilbab di Bundaran HI, Jakarta.

Oleh: Mohammad Akbar

Sikap independen yang melekat pada diri pemuda Muslim menjadi modal yang cukup untuk memberikan masukan, kritik, dan saran yang konstruktif guna perbaikan demokrasi ke depan.

Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Universitas Islam Negeri Jakarta Ali Wafa mengatakan, pemuda Muslim memiliki tanggung jawab juga untuk ikut serta berpartisipasi aktif dalam mengawal proses pergantian pemimpin.

''Hal terpenting, para pemuda Muslim hendaknya mampu memberi solusi terbaik dalam berbagai persoalan dan bisa berperan agar proses demokrasi kita jangan sampai terjebak pada transaksi jabatan di antara para elite dan pelaku politik semata,'' ujarnya.

Pemimpin yang kompeten

Islam sangat menganjurkan untuk memilih pemimpin yang memiliki kompetensi. Ini meliputi aspek akidah yang kokoh, akhlak yang mulia, jasmani yang sehat, berwawasan luas, serta berkomitmen pada tanggung jawab.

''Cara memilih pemimpin dalam Islam itu tidak diatur secara khusus. Boleh dipilih berdasar pendapat terbanyak, boleh ditunjuk, dan boleh disepakati dalam musyawarah. Hal terpenting adalah pemimpin itu harus memenuhi kriteria dan kompetensi,'' kata Ahmad Yani, penulis produktif buku-buku Islami.

Dalam Islam, Yani menjelaskan, pemimpin dapat dimaknai sebagai imam dan khalifah. Secara harfiah, imam berasal dari kata amma ya'ummu yang artinya menuju, menumpu , dan meneladani.

''Ini berarti, seorang imam atau pemimpin harus selalu di depan guna memberi keteladanan atau kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan,''  terangnya.

Lantas, dalam kapasitas sebagai khalifah, Yani menjelaskan lagi, sang pemimpin harus bisa berada di belakang untuk menjadi pendorong diri dan orang yang dipimpinnya agar  maju dalam menjalani kehidupan yang baik dan benar. Makna tersebut merujuk dari asal kata khalifah dari khalafa yang berarti di belakang.

Di samping itu, kata Yani, pemimpin dapat pula disebut dengan ra'un yang artinya gembala. Seorang gembala, lanjutnya, biasanya sangat bertanggung jawab terhadap gembalaannya, baik makan dan minumnya maupun keamanan serta kelangsungan hidupnya.

''Inilah kriteria yang harusnya diperhatikan oleh umat Islam dalam memilih pemimpin,'' kata ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Dakwah (LPPD) Khairu Ummah ini.

Secara normatif, ia mengatakan, partai politik dan jabatan sebenarnya hanya sarana untuk melakukan pengabdian. Jadi, ia sangat berharap agar publik jangan sampai terpecah belah dalam menyikapi proses pemilu yang akan berlangsung pada 2014.

''Rasa memiliki terhadap partai dan dukungn kita pada pemimpin adalah wajar. Namun, fanatisme yang berlebihan bukan sesuatu yang wajar. Karenanya, tidak wajar kalau umat harus berkonflik hanya karena pemilu, apalagi sampai menumpahkan darah," terang Yani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement