Jumat 02 May 2014 20:55 WIB

Kurikulum 2013 Refleksikan Sekolah Islam (1)

Pembukaan acara milad JIST ke-10 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Republika/Prayogi
Pembukaan acara milad JIST ke-10 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Oleh: Fuji Pratiwi

Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) memiliki standar mutu yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam proses pembelajaran.

Metode pembelajaran yang diterapkan sekolah Islam terpadu (SIT) dinilai sesuai dengan Kurikulum 2013.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, selain menilai aspek akademik, SIT juga menekankan pentingnya aspek sikap para siswa.

''Kurikulum 2013 merefleksikan apa yang sudah dilakukan sekolah Islam terpadu yang tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT),'' ujar Musliar Kasim saat membuka seminar pendidikan bertema "Peningkatan Mutu SIT dan Sinkronisasi Kurikulum 2013 untuk Mewujudkan Generasi Emas 2045" pada acara Milad ke-10 JSIT di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Wamendikbud berharap, melalui sekolah Islam yang tergabung dalam JSIT, penerapan Kurikulum 2013 bisa lebih menggaung. Musliar menegaskan, perubahan model kurikulum harus didukung pemahaman yang baik oleh seluruh guru.

''Pada 2013 sudah dilakukan pelatihan terhadap 6.213 sekolah. Guru tidak membayar sama sekali dan buku panduan Kurikulum 2013 pun disediakan,'' ungkap mantan rektor Universitas Andalas, Padang itu.

Kurikulum 2013, papar Musliar, berupaya untuk menghasilkan generasi yang produktif, kreatif, afektif. ''Generasi ini harus memiliki tiga kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ini tidak bisa terwujud tanpa penataan kurikulum,'' tuturnya.

Ia menilai kurikulum lama hanya sampai pada memberi pengetahuan, belum sampai membekali para siswa dengan keterampilan dan sikap.

Menurut dia, pada kurikulum lama hanya ada dua mata pelajaran yang bisa membantu membangun sikap, yakni PKN dan pendidikan agama. Dalam Kurikulum 2013, kata Musliar, semua mata pelajaran harus bisa membangun sikap para siswa.

Pada kurikulum lama, kata dia, selama 12 tahun para siswa belajar menggambar. ''Tapi, tak ada yang berhasil menjadi seniman hebat dan berpenghasilan dari melukis kecuali setelah belajar di universitas, ikut dalam sanggar, atau keluarganya pelukis. Bahkan, pelajaran olahraga pun bisa digunakan untuk membangun sikap anak-anak,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement