Jumat 25 Apr 2014 21:24 WIB

Pasang Surut Kedermawanan Nusantara (2)

Relawan dari Badan Wakaf Alquran mengajak pengguna jalan untuk mewakafkan sebagian penghasilannya.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Relawan dari Badan Wakaf Alquran mengajak pengguna jalan untuk mewakafkan sebagian penghasilannya.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

Aktivitas sedekah di lingkungan kesultanan biasanya terkait dengan perayaan, misalnya perayaan kelahiran, khitanan, dan pernikahan.

Dalam suatu perayaan, Sultan senantiasa memberikan makanan, pakaian, termasuk perhiasan kepada orang miskin. Pemberian sedekah sebelum shalat Jumat yang dilakukan oleh para Sultan, kemudian juga banyak diikuti oleh bagian masyarakat yang lain.

Institusi wakaf sudah mulai tersebar di seluruh wilayah nusantara sejak abad ke-15 dengan semakin kuatnya kerajaan Islam dan semakin banyaknya masjid dan pondokan yang didirikan.

Akan tetapi, bentuk wakaf itu sangat tradisional dan hanya terfokus untuk kepentingan ibadah, seperti masjid dan kuburan, dan untuk pendidikan, seperti pondok pesantren.

Di lingkungan kerajaan, masjid besar biasanya didirikan oleh sultan, misalnya Masjid Raya di Kesultanan Aceh. Penghayatan pengamalan ibadah individual terlihat di sini lebih disukai dibandingkan dengan ibadah menyangkut kepentingan sosial.

Pada zaman penjajahan Belanda, praktik filantropi Islam ini tidak mati, tapi hanya dikelola oleh kaum agamis, pemerintahan tidak turut campur.

Antropolog Snouck Hurgronje mencatat bahwa dalam tradisi kaum Muslim di nusantara dikenal sebuah tradisi filantropi yang paling populer, yaitu zakat fitrah. Islam yang kemudian menjadi agama mayoritas di nusantara membuat praktik filantropi Islam semakin tumbuh subur.

“Praktik zakat, infak, sedekah, dan wakaf bisa ditemukan di semua komunitas Muslim di Indonesia dan dilaksanakan mayoritas institusi keagamaan dan lebih terfokus pada masjid dan pendidikan Islam,” tulis Dr Amelia Fauzia dalam Filantropi Islam di Indonesia: Peran dan Perkembangannya.

Pada akhir abad ke-19, wakaf dapat ditemukan di setiap tempat yang ada komunitas Muslim. Sebagian besar wakaf adalah dalam bentuk benda yang tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan.

Snouck Hurgronje memberikan rekomendasi kepada pemerintah kolonial Belanda untuk menggunakan uang kas masjid hanya untuk kepentingan masjid, tidak untuk kepentingan sosial.

Padahal sebelumnya, kas masjid digunakan untuk kepentingan sosial, seperti diberikan untuk fakir miskin, rumah piatu, sumbangan ke rumah sakit, penerangan jalan, dan direncanakan untuk pinjaman kredit. Namun, hal itu ditentang keras oleh Snouck Hurgronje dan akhirnya dihentikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement