REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ferry Kisihandi
Tahun ini, untuk keempat kalinya, Jalon Fowler mengikuti Boston Marathon. Rencananya, lomba lari jarak jauh tersebut diselenggarakan 21 April 2014 waktu setempat. Dua teman Fowler yang juga Muslimah akan ikut serta untuk pertama kalinya.
Pakar informasi teknologi di John Hancock Financial Services itu juga merasakan, suasana Boston Marathon kali ini akan berbeda. Menyusul ledakan bom di dekat garis finish pada tahun lalu. Pelakunya teridentifikasi Muslim yakni Dzhokhar dan Tamerlan Tsarnaev.
Saat itu tiga orang meninggal dan 260 orang lainnya terluka. Ia sadar akan menjadi wajah Muslim di antara ribuan peserta lainnya. ‘’Saya tak tahu, mungkin beberapa orang mengatakan, hei ada Muslim, ketika melihat saya,’’ katanya seperti dikutip Huffington Post, Ahad (20/4).
Namun, dengan keikutsertaannya dalam marathon ia ingin menegaskan, peristiwa pengeboman tahun lalu merupakan aksi yang tak dibenarkan. Fowler menentangnya.’’Saya Muslim. Inilah Muslim, bukan seperti yang kalian lihat tahun lalu,’’ katanya.
Muslim yang bergabung dalam Boston Marathon tahun ini juga beragam. Mereka pelari, relawan, dan dokter. Mereka berpartisipasi sebagai warga Boston dan atlet. Selain itu, mereka merasa mempunyai tanggung jawab tersendiri.
Terutama untuk menghapuskan prasangka. Sebab, pelaku pengeboman tahun lalu adalah Muslim dan banyak warga Amerika tetap mengaitkan Islam dengan terorisme. Ini kesempatan bagi mereka untuk menekankan Muslim tak mendukung aksi kekerasan.
‘’Saya warga Boston, saya akan berada di lokasi penyelenggaraan marathon,’’ kata Firas Naji. Tahun lalu, ia memimpin tim medis yang beranggotakan empat orang di sebuah tenda yang berada satu blok dekat garis finish.
Menurut Naji, Muslim yang datang ke Amerika berbagi nilai yang sama dengan warga lainnya. Ia lahir di Damaskus, Suriah dan kemudian pindah ke AS. Sayang, kejadian beberapa detik saja dan tersebar melalui berita mengubah segalanya.
Setelah terjadi pengeboman tahun lalu, ujar dia, keluarganya di Damaskus berkirim pesan tertulis. Mereka berdoa untuk Boston. Hamza Syed, Muslim asal Pakistan, tahun ini juga ikut Boston Marathon. Ia mempersiapkan diri dengan terlebih dulu lewat Chicago Marathon.
Ia mengenakan kaos bertuliskan Boston Strong untuk menunjukkan kebanggaannya terhadap kota yang sekarang ia tinggali. Leanne Scorzoni, perempuan yang berislam setelah pengeboman itu, akan memakai jilbab khusus olahraga dalam Boston Marathon.
Scorzoni enggan menyatakan mungkin bisa menjadi duta bagi Muslim melalui perlombaan lari tersebut. Namun ia menuturkan, pengalaman dapat saling menghubungan satu orang dengan orang lainnya.
’’Saat Warga Amerika melihat Muslim berlari dan saat Muslim melihat warga Amerika menyemangati mereka, orang menyadari kami bersatu,’’ kata Scorzoni. Sebagai sebuah masyarakat, penting menghapuskan ketakutan dan curiga dengan rasa saling percaya.