REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kondisi Muslim Prancis dalam menjalankan kepercayaannya selalu terganjal kebijakan tidak populer. Mulai dari larangan menggunakan simbol agama, hingga yang paling ekstrem, dikaitkan dengan tuduhan teroris.
Hikmah positif dari situasi itu Muslim Prancis menjadi lebih tangguh. Semangat berislam tidak kendur sedikit pun. Ini yang kemudian ingin ditularkan Muslim Prancis kepada saudaranya di seluruh penjuru dunia.
Selanjutnya, medium film dipilih dengan maksud memberikan gambaran nyata pandangan wajah umat Islam. Adalah inisiatif Globe Trotter--organisasi sosial yang didirikan Muslim Prancis, yang memiliki misi mempromosikan ajaran Islam.
"Saya berada di Malaysia ketika film tentang Rasulullah Muhammad SAW dirilis. Di Prancis, karikatur Nabi muncul sebagai peringatan tragedi 9/11," ungkap Pendiri Globe Trotter, Gibran Hasnaoui seperti dilansir The National, Rabu (16/4).
Melihat dari begitu masif hantaman terhadap umat Islam, Hasnoui beranggapan sudah saatnya umat Islam memanfaatkan teknologi yang ada untuk memperkenalkan identitas seorang Muslim kepada khalayak ramai.
"Saya pikir, perlu untuk menggunakan kamera dan mikrofon lalu mengajak umat Islam berbicara dan melawan setiap kebencian melalui medium film," ucap dia.
Inisiatif Hasnoui ini muncul ketika ia bekerja di Dubai pada tahun 2010. Di sana, Hasnoui merasa memiliki keterikatan kuat dengan dunia Islam. Ini yang mendorongnya mempelajari secara utuh ajaran Islam.
"Dari Dubai, saya ke kota suci Makkah. Allah SWT memberi petunjuk kepada saya untuk melakukan hal penting," kata dia.
Pada titik itu, lahirlah Muslim World Tour (MWT). Sebuah kampanye keliling 50 negara yang dilakukan selama lima tahun. Selama itu pula, Hasnoui mendokumentasikan perjalanannya dengan mewawancarai setiap Muslim yang ditemuinya.
"Saya ingin tahu bagaimana Muslim setempat menghadapi kampanye anti-Islam," kata dia.
Dokumentasi itu selanjutnya diunggah Hasnoui via jejaring sosial YouTube. Hasnoui lalu mengirimkan karyanya itu pada Festival Film Pendek Islam "The Mokhtar Awards" di Eropa tahun lalu.
Festival itu juga buah inisiaifnya. "Kami secara terus menerus mengalami provokasi. Kami digambarkan sebagai ekstremis. Beruntung, tidak semua warga Prancis membenci Muslim," ungkap dia.
Yang menarik, festival perdana tersebut sukses menarik puluhan peserta dari berbagai negara, termasuk negara-negara Barat. Festival juga menarik meminat banyak penonton.Walhasil, tiket festival ludes terjual dua bulan sebelum acara digelar.
Bagi para pemenang, panitia menyiapkan penghargaan berupa uang tunai sebesar 10 ribu euro dan paket perjalanan umrah ke tanah suci plus perjalanan wisata ke Turki. "Saya berharap betul, muncul kesadaran bahwa Islam lebih dari sekedar burka, jilbab dan lainnya," kata dia.