Kamis 03 Apr 2014 03:16 WIB

RSI Gaza, Penyambung Tali Batin Rakyat Indonesia dan Palestina (3-habis)

Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Distrik Beit Lahiya, Gaza utara, Palestina.
Foto: Abdillah Onim
Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Distrik Beit Lahiya, Gaza utara, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yoebal Ganesha Rasyid

Sang mufti telah menyatakan dukungan sebelum negara Indonesia resmi diproklamasikan. Saat itu, dari tempat pengungsiannya di Jerman, Syekh Muhammad Amin al-Husaini menyatakan rakyat Palestina mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dukungan ini disiarkan Radio Berlin berbahasa Arab pada 6 September 1944. Pernyataan dukungan tersebut gaungnya menggema ke kawasan Timur Tengah dan menarik simpati rakyat negara-negara di kawasan tersebut.

Dukungan serupa juga dinyatakan seorang saudagar ternama Palestina saat itu, Muhammad Ali Taher, setahun sebelum Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI.

Dia bersimpati terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dan spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata, “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia.”

Dukungan ini lalu menjadi modal besar untuk memperjuangkan pengakuan dari negara-negara lainnya di dunia.

Setelah seruan dari mufti Palestina itu, negara berdaulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali yakni negara Mesir pada 1949, lalu diikuti India.

Pengakuan resmi Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Timur Tengah lainnya) menjadi modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh.

Pengakuan ini membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan dan pembahasan tentang Indonesia di lembaga internasional.

Fakta sejarah tersebut tertulis dalam  buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M Zein Hassan Lc.

Faried mengatakan fakta sejarah tersebut juga yang membangkitkan MER-C untuk memprakarsai usaha bersama rakyat Indonesia guna membangun rumah sakit di Gaza-Palestina.

“Kami memandang rumah sakit ini akan menjadi tali batin rakyat Indonesia, yang selalu akan mendukung kemerdekaan Palestina,” katanya.

Kini bangunan rumah sakit boleh dikatakan telah selesai. Selanjutnya, masih dibutuhkan dana Rp 65 miliar untuk pengadaan peralatan medis.

MER-C memasang target rumah sakit tersebut mulai dioperasikan tiga bulan ke depan, sekitar Juni. Untuk soft launching, kata Faried, dibutuhkan dana Rp 15 miliar untuk pembelian peralatan medis dari Rp 65 miliar keseluruhannya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement