Selasa 01 Apr 2014 14:42 WIB

Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Mereformasi Pendidikan Islam (3-habis)

Syekh Sulaiman ar-Rasuli (tengah).
Foto: Blogspot.com
Syekh Sulaiman ar-Rasuli (tengah).

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Salah satu hasil kongres adalah menyepakati bahwa harta warisan atau pusaka tinggi tetap dibagi menurut adat, sedangkan harta pencarian atau pusaka rendah dibagi menurut syariah. Ia menjadi salah satu tokoh adat dan agama yang dihormati oleh kaumnya.

Tahun 1956, ia menghadiri Muktamar Ulama Seluruh Indonesia (MUSI) di Palembang dan dipercaya sebagai ketua salah satu komisi yang bertujuan untuk menentang komunis.

Pada pemilu pertama 1955, Sulaiman ar-Rasuli terpilih menjadi anggota konstituante. Pada sidang pertama dewan ini, ia terpilih menjadi ketua sidang.

Dalam menjalankan tugas politiknya, ia tetap mengenakan model pakaian yang selama ini ia pakai sebagai ulama, yaitu mengenakan sarung dan sorban.

Dalam usianya yang semakin senja, ia tak berhenti melakukan dakwah dan tarbiyah. Ia tetap aktif berdakwah dalam pertemuan majelis taklim, juga mengajar para santrinya di MTI Canduang.

Setahun sebelum ia meninggal, ia meresmikan berdirinya Universitas Ahlussunnah (UNAS) di Bukittinggi dengan satu fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah pada 1969.

Pada Sabtu, 1 Agustus 1970, Syekh Sulaiman ar-Rasuli berpulang dalam usia 99 tahun. Selain jejak yang tertoreh dalam model pendidikan Islam dan adat Minang, ia juga menelurkan berbagai karya yang menjadi pedoman belajar agama.

Antara lain, Siraj fil Isra' wal Mi'raj (mi'raj Nabi), Tasmaratul Qulub Ihsan fi Wiladah Saidil Insan (Maulid Nabi), Dawaul Qulub fi Qish shah Yusuf wa Ya'cub (sejarah Nabi), Risalah A1 Aqwalul Wasithah fidz dzikir war Rabithah (tasawuf), A1 Qaulul Bayan fi Tafsiril Quran (ilmu tafsir), Al-Jawahirul Kalamiyah (ushuluddin), Sabilus Salamah fi Wirid Saidiyah Usman, Kisah Muhammad Arif (Tasawuf), dan Al-Aqwal al-Mardhiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement