Kamis 27 Mar 2014 18:31 WIB

Prof Dien Majid: Islam Disebarkan Lewat Lingua Franca (2-habis)

Rep: Rosita Budi Suryaningsih/ Red: Chairul Akhmad
Umat Islam melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Baiturrahim, Gorontalo (ilustrasi).
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Umat Islam melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Baiturrahim, Gorontalo (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Islam masuk ke Gorontalo lewat jalur perdagangan. Ini karena letak Gorontalo yang strategis di jalur perdagangan.

Bagaimana penyebaran Islam di Gorontalo dan peran kesultanan di sana, berikut lanjutan wawancara wartawan Republika Rosita Budi Suryaningsih dengan guru besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Prof Dien Majid.

 

Apa yang menjadi andalan kerajaan Islam di Indonesia timur, termasuk Gorontalo?

 

Kawasan wilayah Indonesia timur biasanya kawasan maritim. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pelabuhan yang dibangun di sana, baik oleh kerajaan untuk jalur perdagangan kuno, juga oleh kolonial.

 

Bagaimana dengan media dalam penyebaran Islam di sana? Di Gorontalo menggunakan media apa?

Di Jawa, Islam disebarkan oleh wali songo dengan beragam media yang menarik. Salah satunya adalah dengan media wayang, tapi dimasukkan unsur Islami oleh Sunan Kalijaga.

Di Gorontalo dan kawasan Indonesia timur lainnya, perbedaanya sangat signifikan dengan model penyebaran Islam di Jawa. Di kawasan tersebut, Islam disebarkan dengan lingua franca. Islam mudah dijelaskan dengan bahasa yang dimengerti masyarakat setempat.

 

Bagaimana dengan peninggalan Kerajaan Gorontalo? Apakah sekarang masih ada?

Sekarang, kerajaan-kerajaan tradisional di Indonesia mengalami pergeseran. Raja-raja terbaur dalam pemerintahan dan tak semuanya punya jabatan lagi secara hierarkis.

Di Gorontalo, mungkin masih ada keturunan-keturunan kerajaan tersebut. Namun, tidak ada peninggalan, seperti istana yang menjadi pusat kerajaan di masa dulu. Hanya ada beberapa masjid yang pernah didirikan di zaman itu.

 

Ada yang menyebut Gorontalo sebagai Serambi Madinah. Dari mana sebutan ini berasal?

Ada dua pendapat darimana sebutan tersebut berasal. Pendapat pertama, karena Aceh disebut dengan Serambi Makkah dan Gorontalo yang juga menjadi kerajaan Islam yang besar di masanya kala itu, hingga disebut sebagai Serambi Madinah.

Pendapat kedua, sebutan ini dilontarkan kembali oleh wali kota Gorontalo yang menjabat pada 2004, yaitu Medi Botutihe. Wali kota ini dianggap berhasil membangun wilayah ini dan punya cita-cita agar penduduknya sangat Islami.

Jika melihat penduduknya yang lebih dari 90 persen Muslim, juga banyak adat istiadat dan budayanya bersumber pada keislaman, sebutan tersebut pantas saja, apalagi pernah ada sebuah kerajaan Islam di sana, meski belum banyak terkuak informasinya dan diketahui publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement