Kamis 27 Mar 2014 11:25 WIB

Islam Begitu Mengakar pada Masyarakat Gorontalo (2)

Umat Islam melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Baiturrahim, Gorontalo (ilustrasi).
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Umat Islam melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Baiturrahim, Gorontalo (ilustrasi).

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Pola penyebaran Islam di Gorontalo yang ketiga adalah adanya jaringan keulamaan. Para ulama sufisme yang berasal dari Ternate, banyak yang menyebarkan Islam di Gorontalo.

“Melihat nama-nama ulamanya, seperti contohnya Ju Panggola, adalah nama Ternate,” kata Dosen di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo, Basri Amin.

 

Perkembangan Islam di Gorontalo dari hari ke hari semakin meningkat. Islam tertanam sangat luar biasa pada masyarakat Gorontalo. Selain jaringan ulama dari Ternate, jaringan Hadramaut juga ikut berperan. Islam diajarkan dengan berbagai cara hingga cara yang formal.

Penyebaran Islam di Gorontalo melalui jalur ulama sufisme ini, menurutnya, yang paling dominan mewarnai. “Karena, hanya jalur ini yang memungkinkan ajaran lama masih dipakai. Kemudian, baru diperkuat dengan peran kontrol kerajaan,” jelasnya.

Para sufi

Masyarakat Gorontalo percaya wilayahnya dikelilingi oleh para sufi atau yang dalam bahasa mereka disebut dengan awuliya.

Tidak ada tradisi pesantren yang kuat seperti di Jawa sehingga tak banyak kitab atau proses pembelajaran yang diwariskan. Keulamaan di Gorontalo banyak bersifat sufistik. Cirinya adalah banyak berziarah pada orang yang dianggap sufi.

Kedudukan sultannya sendiri tak bisa dilepaskan dengan kehidupan Islamiyah. Rumah para sultan Gorontalo pun selalu dekat dengan masjid dan berhadapan dengan dewan rakyat.

“Di Gorontalo tidak mengenal satu istana nan megah, siapa yang menjadi sultan kala itu, ya rumahnya itu yang menjadi istananya,” katanya.

Basri menjelaskan, ada sebuah budaya Islam yang sangat menarik di Gorontalo dan bahkan masih berlangsung hingga kini. Budaya yang ia maksud adalah penghormatan pada sultan dan ulama ketika berada di masjid.

Di masjid-masjid besar, ketika akan melakukan shalat berjamaah, sebelumnya orang-orang yang dihormati duduk berjajar terlebih dahulu di depan masjid. Tepatnya, di sebelah mimbar untuk khotbah.

Di sebelah kanan akan berjajar sultan dan pemimpin pemerintahan sedangkan sebelah kiri berjajar tokoh-tokoh agama. Jika sekarang, yang berjajar di sebelah kanan bisa bupati, gubernur, atau pemimpin pemerintahan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement