Senin 03 Mar 2014 21:11 WIB

Menag: Sertifikasi Produk Halal Tak Wajib

Rep: Muhammad Akbar Wijaya / Red: Djibril Muhammad
Menteri Agama Suryadharma Ali.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Menteri Agama Suryadharma Ali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag), Suryadarma Ali mengakui masih ada perdebatan dalam pembahasan Undang-Undang Produk Halal antara pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Ada sejumlah pasal yang masih dalam perdebatan antara Menag dan MUI," kata Suryadarma kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (3/3).

Perdebatan antara pemerintah dan MUI misalnya, menyangkut wajib tidaknya pelaku usaha mendaftarkan sertifikasi halal. Suryadarma menyatakan pemerintah berpandangan sertifikasi produk halal tidak mesti berlaku wajib. Alasannya bisa saja pelaku usaha mikro yang tidak memiliki biaya untuk mendaftar sertifikasi halal.

"Nanti gara-gara itu (sertifikasi halal) bisa ganggu penyerapan tenaga kerja," ujarnya.

Perdebatan lain menyangkut lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikasi halal. Suryadarma berpandangan sertifikasi halal semestinya ada di tangan pemerintah, bukan MUI. Hal ini karena pemerintah bertindak sebagai pelaksana undang-undang yang menentukan halal tidaknya suatu produk.

Di sisi lain, kewenangan MUI memberi sertifikasi produk halal bisa saja mencerminkan kecemburuan di kalangan Ormas Islam lain. "Pemerintah harus sebagai pelaksana. MUI itu sebagai ormas. Nanti ada kecemburuan ormas lain," katanya.

Suryadarma menyatakan pemerintah berpendapat kewenangan sertifikasi halal bisa diserahkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Pandangan pemerintah, BPOM saja ditambah auditor halalnya," ujarnya.

Pengambilalihan kewenangan sertifikasi halal ke pemerintah juga bisa menambah pemasukan keuangan negara. Hal ini karena dana sertifikasi bisa menjadi pendapatan negara bukan pajak (PNPB).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement