REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Penerbit Islam belum merambah buku-buku ajar untuk pesantren dan sekolah.
Buku-buku Islam hari ini semakin beragam. Derasnya permintaan pasar kadang membuat buku Islam harus memilih tema-tema yang sedang dicari saat itu.
Di tengah era digital, kehadiran buku Islam di Indonesia masih diminati. Hal itu terbukti dengan ditunggunya pemeran buku Islam terbesar di Indonesia, Islamic Book Fair.
Chief Editor Penerbit Republika Irwan Ariefyanto mengungkapkan tren buku Islam dari tahun ke tahun selalu dicari. Buku Islam tidak tersegmentasi usia. Buku-buku seperti panduan ibadah sangat dibutuhkan anak-anak hingga usia lanjut.
Saat ini, ujar Irwan, pembaca justru banyak mencari buku-buku lama. Oleh karena itu, Penerbit Republika fokus mencetak buku-buku lama.
“Segi kuantitas banyak permintaan buku-buku lama, namun kami tetap membuka peluang untuk menerbitkan judul buku baru meskipun tidak banyak,” ujar Irwan.
Biasanya untuk pameran buku Islam, Penerbit Republika banyak menjual judul buku lama yang dicetak kembali. “Buku-buku tasawuf modern karya Nasaruddin Umar dan karya Muhammad Fethullah Gullen sangat menarik dan cukup diminati,”ujarnya.
Saat ini pihaknya sedang mengadakan kerjasama dengan pemerintah Turki untuk terjemahan buku karya Fethullah Gullen.
Selain itu buku-buku yang telah diterbitkan Republika pun mulai dicetak dengan bahasa Inggris sehingga pembaca di negara lain pun dapat menikmatinya.
Pihaknya telah menjual buku ke negara-negera tetangga seperti Malaysia dan berharap dapat berkembang di kawasan Asia hingga Eropa.
Permintaan buku Islam secara khusus membeludak saat Ramadhan tiba. Irwan menjelaskan pembaca lebih banyak mencari buku Islam yang berisi cerita klasik sejarah Islam.
Lebih jauh Irwan mencermati tren novel Islam yang saat ini sedang menurun.Setelah Ayat-Ayat Cinta dan beberapa karya Habibburahman el shirazy, pasar novel islami cenderung lesu.
Justru yang melonjak adalah permintaan kitab terjemah dari ulama-ulama besar. "Tapi memang jenisnya beranekaragam," tutur Irwan.
Irwan mencontohkan kitab Riyadhus Shalihin yang berisi kumpulan hadis Nabi Muhammad SAW masih sangat dicari.
Bahkan peminat kitab-kitab tersebut paling banyak justru datang dari anak-anak muda. Baik yang duduk di bangku sekolah maupun perguruan tinggi.
Selain kitab terjemahan, pasar buku ajar agama Islam untuk pesantren dan sekolah masih terbuka lebar. "Kita belum masuk ranah tersebut. Ke depan kita akan seriusi penerbitan buku ajar agama Islam," ungkap Irwan.
Penulis buku Islam, Adian Husaini menilai saat ini buku Islam yang banyak diproduksi adalah buku motivasi. Tema-tema seperti motivasi kesehatan, bagaimana mengatur keuangan dan motivasi kesuksesan karier banyak dicari
“Saya melihat jenis buku motivasi terbanyak yang masuk ketika melakukan penjurian untuk anugerah buku IBF beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Adian berpendapat mungkin saja penerbit melihat judul buku motivasi lebih mudah dijual dibandingkan jenis buku lainnya.
Padahal menurutnya pasar yang masih terbuka lebar adalah buku-buku teks pendidikan yang berwawasan Islam.
”Saat ini sekolah Islam dan pesantren masih mengandalkan buku-buku kurikulum yang diberikan pemerintah saja, penerbit pun belum serius mengerjakan hal itu,” ujarnya.
Buku teks pendidikan merupakan pasar strategis. Penerbit dapat bekerjasama dengan pemerintah dan penulis dengan melibatkan kepakaran Islam.
Seharusnya mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah harus terkait dengan nafas Islam. “Seperti buku Pendidikan kewarganegaraan, sains, dan sejarah sesuai ajaran Islam,” ujarnya.
Tantangan buku Islam
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta Afrizal Sinarno mengatakan saat ini perkembangan buku Islam menghadapi tantangan tersendiri.
Minat baca umat Islam Indonesia masih di bawah rata-rata. Padahal, sebagai umat Muslim terbesar di dunia, budaya membaca menjadi sebuah kewajiban. "Kita diajarkan membaca dalam ayat yang turun pertama," ungkap Afrizal.
Afrizal mengungkapkan, jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, minat baca masyarakat negeri Jiran lebih bagus.
Yang menjadi persoalan lain adalah pemerataan minat baca di wilayah Indonesia yang luas. "Ini tugas bersama mulai dari pemerintah, tokoh-tokoh agama, penerbit Islam, dan ormas-ormas Islam."
Selain itu menjamurnya e-book di era digital saat ini juga menjadi tantangan buku konvensional. Irwan menjelaskan di Indonesia peminat buku konvensional masih jauh lebih banyak dibanding pembaca e-book.
Di luar Indonesia, ungkap Irwan, situs sepeti amazon bisa menjadi virus mematikan bagi penerbit konvensional. "Tetapi masyarakat Indonesia cenderung lebih nyaman membaca buku konvensional."
Saat ini ancaman penerbit buku konvensional akan gulung tikar masih terlalu dini. Tetapi tidak menutup celah dua atau tiga tahun lagi produksi buku lebih banyak berbentuk digital.
Republika pun telah siap menghadapi kemungkinan tersebut. “Saat ini kami sudah masuk ke arah digital dengan beberap e-book," tukas Irwan.