Oleh: Mohammad Akbar
Menyoal pernikahan antara pria Muslim dan wanita ahli kitab sebenarnya masih menjadi perbincangan para ulama.
Tetapi, jika membuka lembaran sejarah Islam, memang cukup banyak ditemukan kasus para penguasa besar negeri-negeri Muslim zaman dulu yang menikahi ahli kitab.
Sementara itu, di dunia Barat, kata Gugus, pernikahan semacam ini menjadi sarana dakwah yang cukup efektif. Sedangkan untuk di Indonesia, menurut dia, pernikahan beda agama ini menyulut polemik karena adanya pertentangan budaya.
Semasa Indonesia dijajah Belanda, kata Gugus, memang telah ditanamkan agar pernikahan semacam ini tidak terjadi. ''Soalnya pada saat itu oleh penjajah Belanda kerap digunakan sebagai lahan Kristenisasi dan pelestarian penjajah.''
Dengan adanya kekhawatiran praktik Kristenisasi serta masih banyaknya Muslimah di Indonesia, Gugus menegaskan, alangkah bijak tidak melakukan pernikahan beda agama. Apalagi sekarang ini pernikahan beda agama yang dilakukan seorang lelaki Muslim bukan berangkat untuk berdakwah.
''Melainkan dominan untuk memenuhi hawa nafsunya dan hal ini cukup berbeda dengan fakta banyaknya pria kafir yang menikahi Muslimah justru mereka bisa membawa perempuan Muslimah itu menjadi murtad,'' ujarnya.
Sementara itu, Hasan Riyadi, ketua Lembaga Dakwah Kampus Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, menilai, pernikahan beda agama lebih besar mudarat ketimbang manfaatnya. ''Nanti kasihan dengan anaknya karena akan bingung harus dibawa ke mana (dalam menentukan agama),'' kata Hasan.
Dari sejumlah literatur dan pemahaman yang diketahuinya dalam membangun rumah tangga, Hasan mengatakan bahwa memilih pasangan hidup itu tak hanya sebatas pada aspek kecantikan dan kekayaan.
''Tetapi, jauh lebih penting adalah keyakinan. Soalnya dalam berkeluarga itu bagaimana mereka bisa menyatukan visi. Kalau sudah berbeda di awal, tentunya akan susah untuk menjalankan visi tersebut.''
Mengutamakan Muslimah
Islam sesungguhnya tak melarang terjadinya pernikahan antara seorang pria Muslim dan wanita ahli kitab. Namun, untuk kondisi masa sekarang akan jauh memberi manfaat jika pria Muslim tetap memilih wanita Muslimah sebagai pendampung hidupnya.
''Ini sesuai dengan sunah sebab Nabi Muhammad menganjurkan agar menikahi wanita itu karena agamanya. Artinya, wanita Muslimah bagi seorang pria Muslim tentu lebih baik daripada wanita ahli kitab,'' kata Dedhi Suharto, pendakwah dan penulis buku Keluarga Qur'ani.
Menurut Dedhi, dalam hukum Islam itu yang diperbolehkan menikah beda agama hanyalah pria Muslim. Untuk wanita Muslimah tidak diperbolehkan menikah dengan pria non-Muslim. Namun, dalam ketentuan tersebut juga mengandung banyak hal.
Diantaranya anjuran jika pria Muslim itu merasa khawatir istrinya yang ahli kitab akan dapat menularkan kepercayaannya kepada anak-anaknya maka pria Muslim tersebut harus melepaskan diri dari wanita ahli kitab. ''Ini demi menjaga agama dan menjauhkan diri dari marabahaya,'' katanya.
Di Indonesia, kata mantan ketua umum Senat Mahasiswa STAN ini, pernikahan pria Muslim dan wanita ahli kitab tidak terlalu banyak jumlahnya. Ia menyebut hingga kini memang masih tertanam trauma atas Kristenisasi dengan pernikahan beda agama ini. ''Jadilah pesoalan ini masih dianggap tabu,'' ujar Dedhi.