Kamis 20 Feb 2014 15:46 WIB

Hasil Wawancara dengan Nathan Ellington, Pesepak Bola Mualaf Liga Inggris (2): Diskriminasi di Liga Inggris

Rep: satria Kartika/ Red: Bilal Ramadhan
Emeka Ezeugo (46), mantan pesepakbola Nigeria yang kini menjadi mualaf.
Foto: onislam.net
Emeka Ezeugo (46), mantan pesepakbola Nigeria yang kini menjadi mualaf.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menjadi pesepak bola muslim di Eropa tidaklah mudah. Diskriminasi di lapangan hijau menjadi tantangan yang harus dilalui. Jika tak kuat iman, bisa-bisa ibadah menjadi terbengkalai.

Itulah yang dirasakan eks stiker Wigan Athletic dan West Bromwich Albion, Nathan Ellington, yang kini sedang menjalani seleksi bersama klub Liga Super Indonesia, Persija Jakarta.

Berikut petikan wawancara Republika bersama sejumlah media dengan Nathan di POR Sawangan Depok, Kamis (20/2).

Tanya: Anda merupakan pendiri Asosiasi Pesepakbola Muslim di Inggris. Apa alasan dan tujuan anda mendirikannya?

Jawab: Pada dasarnya untuk menolong pemain muslim yang ada di negara kami. Juga untuk mengedukasi klub-klub serta membuat mereka semakin menaruh perhatian dengan jadwal beribadah pemain muslim. Misalnya agar mengizinkan kami untuk tidak mengikuti kegiatan klub apabila kami hendak menunaikan ibadah shalat jumat.

Tanya: Apa yang sudah dilakukan oleh asosiasi anda?

Jawab: Selain mengedukasi klub terkait pemain muslim, kami juga sering menggelar acara bakti sosial dengan dana yang kami kumpulkan. Kami ingin semua orang di Inggris sadar bahwa keberadaan warga muslim membawa dampak positif.

Tanya: Seperti apa tantangan terberat dan nasib pesepak bola muslim di Inggris?

Jawab: Terberat tentu saat bulan ramadhan. karena Inggris tidak tahu banyak tentang ritual ibadah pemeluk Islam. Saya terus mencoba memberi tahu mereka bahwa banyak pemain muslim tetap berpuasa meskipun bermain bola. Saya beserta pemain lainnya kerap mendapatkan diskriminasi. Dan itulah mengapa saya mendirikan asosiasi pemain muslim.

Tanya: Bagaimana bentuk diskriminasi itu?

Jawab: Pernah dalam suatu latihan,  tapi saya tidak bisa menyebutkan kapan dan dengan tim mana, tim pelatih berteriak "tinggalkan pemain Islam di luar lapangan".

Seorang ofisial kemudian mendekati saya dan berkata bahwa saya tidak boleh bermain apabila tetap berpuasa. Saya menjawab bahwa saya tidak masalah untuk bermain. Namun mereka tidak mempedulikan. Karena saya harus tetap menjalankan ibadah puasa, maka saya menerima permintaan mereka untuk tidak bermain. Padahal saya tidak merasa sama sekali stamina menurun meskipun berpuasa.

Tapi sekarang, masalah diskriminasi terhadap pemain Islam seperti yang saya alami sudah tidak seeksterim dahulu.  Beberapa klub sudah bisa memberikan toleransi pemain muslim untuk beribadah lima waktu. Seperti kita ketahui sudah banyak pemain muslim yang bermain di Liga Primer Inggris saat ini. Sehingga klub-klub sudah sedikit paham dengan ritual beribadah kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement