Senin 10 Feb 2014 17:34 WIB

Resto Halal Menenteramkan

Sertifikasi Halal.    (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Sertifikasi Halal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Edukasi pada masyarakat dan produsen masih diperlukan.

JAKARTA - Keberadaan restoran cepat saji bersertifikat halal menenteramkan semua pihak termasuk non-Muslim.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakn, restoran halal di Jakarta, misalnya, bukan hanya demi kenyamanan Muslim di Ibu Kota.

Wisatawan Muslim, baik dari dalam maupun mancanegara, akan merasakan manfaatnya. “Mereka tak akan bimbang karena setiap makanan di restoran manapun yang bersertifikat halal, aman dikonsumsi,” kata Amidhan, Ahad (9/2).

Makanan yang yang belum bersertifikat halal statusnya menjadi syubhat atau meragukan. Menurut kaidah fikih makanan seperti itu harus dihindari. Menurut Amidhan, halal menjadi wujud keimanan seorang Muslim.

Ini bukan hanya persoalan enak atau tidaknya makanan. Sementara bagi non-Muslim, halal itu simbol kualitas, keamanan, dan kesehatan.

Sebab, MUI tidak akan memberikan sertifikat halal jika sebuah produk atau makanan belum melewati uji keamanan dan kesehatan pangan.

Menurut Amidhan, terbitnya instruksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tentang restoran halal Januari lalu merupakan langkah bagus. Ini respons positif terhadap keinginan warga Muslim untuk bisa makan di restoran tanpa merasa was-was.

Kini, lebih banyak restoran cepat saji yang sudah bersertifikat halal. Ia meminta pula agar restoran biasa ikut proses sertifikasi. “Tak perlu lagi tanya keinginan masyarakat, mereka pasti senang kalau semakin banyak restoran bersertifikat halal,” katanya.

Pengelola restoran makanan Jepang, Sushi Bar Jakarta, Dian K Catur, mendapatkan respons positif dari kerabat dan koleganya setelah Kamis (6/2) restoran yang dikelolanya resmi bersertifikat halal MUI. Dari sekitar 200 menu yang mayoritas sushi, 178 di antaranya sudah halal.

Sejauh ini, Sushi Bar tak kesulitan memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan. Mereka juga mengombinasikan bahan lokal dalam menu makanan.

“Jika ada bahan impor, kami pilih yang bersertifikat halal dari lembaga sertifikasi halal Singapura, Thailand, dan Malaysia,” kata Dian.

Sushi Bar masih fokus pada menu sushi. Rencanya, akan ada menu yang selama ini belum bisa dijual karena belum ada bahan halal penggantinya seperti abura-age (kulit tahu goreng) untuk sushi inari dan chuka wakame (rumpur laut segar berbumbu).

“Masih kami cari bahan halalnya. Kami juga coba masih mempertimbangkan apakah akan buat sendiri kalau sudah ada yang halal,” ungkap Dian. Dengan adanya sertifikat halal ini, ia berharap penjualan meningkat.

Penggagas Halal Corner, Aisha Maharani, mengatakan, walau belum signifikan, kesadaran pentingnya makanan halal mulai tumbuh.

Ia mencontohkan D'Sushi Bodo yang bersirtifikat halal. Ini memicu restoran serupa memiliki sertifikat halal meski menunya jadi terbatas.

Menurut dia, masih butuh edukasi kepada pengusaha restoran untuk mau mendaftarkan produknya ke MUI untuk disertifikasi. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mestinya tak berhenti. “Kalau masyarakat sadar, produsen akan mengikuti.”

Untuk mengintensifkan edukasi dan penyebaran informasi produk halal, Halal Corner bergabung dengan komunitas lain yang peduli dengan produk halal. “Walau segmen kami berbeda, visinya tetap edukasi kehalalan produk,” ungkap Aisha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement